Mahameru Bersamamu by Ken Ariestyani
4 of 5 star
<i>Lalu, satu langkah di depannya, saya berhenti, langkah saya bertambah berat, napas saya tersengal, saya tersungkur di pasir Mahameru... Saya membiarkan diri seperti itu untuk beberapa saat. Bibir saya bergetar mengucap syukur atas kesempatan yang diberikan-Nya. Hampir pukul setengah sepuluh saya tiba di Mahameru. (h.201)</i>
Bahagia itu sederhana. Sesederhana keinginan nonton konser Sheila on 7. Sejak beken tahun 2000-an, sempat gagal nonton di tahun 2011, baru minggu lalu akhirnya aku nonton penampilan Duta, Erros dkk dalam satu konser bersama ulang tahun satu stasiun radio. Sendirian tentu saja, karena di lingkungan teman-teman yang anak metal ini jarang yang jadi Sheila gank. Eih, perjuangan banget kan nontonnya?
Sesederhana keinginan nonton konser Bon Jovi yang entah kapan manggungnya lagi, karena dulu waktu manggung di Jakarta aku masih SMA dan tak diijinkan ke Jakarta. Eih, sederhana? Sulit gitu dicapainya. Mari lupakan konsep bahagia itu sederhana.
Bahagia adalah ketika kamu menginginkan sesuatu dan terwujudkan. Sesuatu kondisi yang bisa disyukuri. Bisa terwujud begitu saja, atau dengan perjuangan. Seperti Ken, yang punya mimpi 'dinyanyikan Janji Suci-nya Yovie dan Nuno di puncak Mahameru', yang ia tulis bareng-bareng di status twitternya.
Setelah berinteraksi lewat dunia maya oleh rekan-rekan setim-nya, persiapan naik gunung, plus perasaan gundah gulana yang melatari pelariannya, Ken menghadapi ujian penaklukan dirinya. Iya, gunung! Gunung bukanlah destinasi penaklukan. Di gununglah tempat mengukur kemampuan, menurunkan ego, mempertebal solidaritas, sadar diri untuk berjuang terus, dan terus untuk sampai puncak. Di sini diperlihatkan rasa sabar, tantangan untuk tidak menyerah, juga keikhlasan pada diri sendiri.
Semeru sendiri adalah gunung tertinggi di pulau Jawa, yang menjadi puncak impian banyak pendaki di pulau Jawa, baik pendaki pemula maupun pendaki senior yang ingin kembali lagi. Alam perjalanannya yang indah dengan hamparan berbagai vegetasi dataran tinggi memikat banyak orang untuk datang dan lagi.
Ken, yang kukenal dari seorang teman lewat jejaring facebook mengatakan, buku pertamanya ini adalah perjalanan hati, bukan sekadar penaklukan gunung. Bagaimana perjalanan menjadi pelariannya hingga berubah menjadi sebuah pencarian pengisi hati yang memotivasinya untuk lanjut dan terus walau lelah melanda perjalanannya.
Membaca tuturannya yang kalem di buku ini mengulang arti bahagia yang sederhana. Rasanya bahagia ketika pesan singkat dibalas, rasanya bahagia ada yang menemani ngeteh di tengah malam, rasanya bahagia ketika ketemu kelebatan punggungnya. Dan rasa itu makin memuncak dan besar ketika pelarian itu berubah menjadi pencarian momen bahagia. Dan Semeru itu latar indah yang tergambarkan.
Iya, bahagia itu sederhana, ya.
Bisa dirasakan di mana saja.
<i>Mereka, ada yang sudah lama menyimpan dalam angan keinginan untuk menyambangi Mahameru. Namun terganjal berbagai hal. Kesibukan aktivitas sehari-hari mendapat porsi paling besar dalam daftar tertundanya niat mereka pergi ke sana. Tak sedikit juga yang menjadikan Semeru sebagai tujuan pertama dalam sejarah pendakian mereka, termasuk saya. (h.65)</i>