ulasan. resensi. kesan.

ulasan. resensi. kesan. ini bukuku, apa bukumu?

Senin, 22 Agustus 2016

Review: Menghirup Dunia

Menghirup Dunia Menghirup Dunia by Fabiola Lawalata
My rating: 4 of 5 stars

Aku harus menebak-nebak siapa dari keenam penulis ini yang bercerita tentang berbagai kisah di sini. Mulai dari patah hati di Vietnam hingga pemilik penginapan di Venezuela. Tentang menyusuri Yunani hingga kumis di Kerala. Sebenarnya mudah menebak kalau berdasarkan pada destinasi yang mereka tulis, karena aku sering berkunjung pada blog-blog mereka sebelumnya.

Setiap penulis punya karakter sendiri dan pasti bisa ditebak. Hmm, jawabannya bisa dilihat di mana ya?

View all my reviews

Review: Trilogi Insiden

Trilogi Insiden Trilogi Insiden by Seno Gumira Ajidarma
My rating: 5 of 5 stars

Timor timur, pernah menjadi provinsi ke 27 dan akhirnya berdiri sebegai negara sendiri, dengan kejadian kelam yang diceritakan di sini, ketika Gubernur Carascalao menjadi pemimpin di sana, tahun 1991.

Membaca Saksi Mata adalah menelan keabsurdan ceritanya, dengan nama-nama tokoh yang berbau Portugis, dan cerita seperti khayalan Marquez. Berbagai kisah mulai dari kehilangan hingga pembantaian dalam bahasa yang tersamarkan, fakta yang difiksikan menjadi karakter pencerita, tokoh, atau korban, tanpa merujuk pada satu tempat atau kejadian yang sengaja ditutup-tutupi, di satu tempat yang dulu masih bagian dari negeri. Tanpa data tentang hal yang sebenarnya terjadi, cerita ini bisa terkesan hanya di angan. Fragmen-fragmen dibangun untuk menggugah emosi, dari saksi mata hingga anak yang kehilangan ayahnya.

Membaca Jazz, Parfum, dan Insiden adalah pembeberan fakta-fakta laporan yang difiksikan di Saksi Mata, ditemani sejumlah perempuan dan parfumnya beraneka sesuai karakter. Perempuan-perempuan yang terlihat kuat namun terbelenggu oleh cinta. Hmm, memangnya benar begitu kesepiannya? Laporan-laporan yang dibaca sendiri dan menimbulkan banyak ide di kepala untuk menuliskannya dengan halus, dan ditulis pula sebagai laporan berita.

Membaca Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara, adalah dapur dari kedua bagian sebelumnya. Flashback dan proses kreatif mengapa data-data ini harus dituliskan supaya orang tidak akan lupa bahwa kejadian di Timor Timur ini tidak boleh dilupakan begitu saja. Meskipun kini negeri itu telah berdiri sendiri, tapi bagaimana kejadian-kejadian itu dipaparkan berulang-ulang dalam setiap bab, membuat hati yang pada awalnya getir, menjadi terbiasa. Rezim masa lalu tak bisa menerima fakta, karenanya sejarah dituliskan oleh yang menang toh?

Berulang-ulang, gereja, kuburan, tembakan, sangkur, truk, lempar, mayat.
Dili 12 Nopember 1991.

"Saya tidak pernah yakin, dan tidak pernah terlalu percaya, bahwa tulisan saya dibaca orang. Saya berasal dari sebuah negeri yang resminya sudah bebas buta huruf, tapi yang bisa dipastikan masyarakatnya sebagian besar belum membaca secara benar--yakni membaca untuk memberi makna dan meningkatkan nilai kehidupannya. Masyarakat kami adalah madyarakat yang membaca hanya untuk mencari alamat, membaca untuk mengetahui harga-harga, membaca untuak melihat lowongan pekerjaan, membaca untuk menengok hasil pertandingan sepak bola, membaca karena ingin tahu berapa persen discount obral di pusat perbelanjaan, dan akhirnya membaca sub-title opera sabun di televisi untuk mendapatkan sekadar hiburan. Sementara itu bagi lingkaran eksklusif kaum intelektual di negeri kami, apa yang disebut puisi, cerita pendek atau novel, barangkali hanya dianggap mainan remaja saja." (h.386)

Menjadi penulis untuk menggerakkan membagikan kata, dalam jurnal atau karya sastra atau hanya canda, sebelum kelak menghilang dalam lupa. (less)

View all my reviews