ulasan. resensi. kesan.

ulasan. resensi. kesan. ini bukuku, apa bukumu?

Selasa, 26 Maret 2013

Pergilah Ke Mana Hati Membawamu

Pergilah Ke Mana Hati MembawamuPergilah Ke Mana Hati Membawamu by Susanna Tamaro

My rating: 4 of 5 stars


Ketika jalanmu bercabang kau berpapasan dengan kehidupan lainnya. Berkenalan atau tidak dengan mereka, terlibat dengan mereka atau membiarkan mereka lewat begitu saja, semua itu tergantung semata-mata pada keputusan sesaat. Meskipun mungkin kau tidak mengetahuinya, hidupmu dan hidup orang-orang yang dekat denganmu dipertaruhkan saat kau memilih untuk berjalan lurus atau berbelok.

Aku tertarik buku ini karena judulnya. Menurutku judul "Pergilah ke mana hati membawamu" ini adalah kalimat yang indah apalagi jika dibandingkan dengan judul terjemahan inggrisnya yang (hanya) "Follow your heart".

Aku sering berbicara dengan hatiku. Terjadi di mana saja. Di jalan, di rumah, di tempat kerja, dalam berbagai kegiatan. Sering ada sesuatu yang menyeruak hatiku dan meninggalkan ruang kosong di sana. Aku sering tahu-tahu sedih dan menangis, yang kadang kupertanyakan lagi, kenapa masih? Rupanya walaupun di luar di kulit tampak sedemikian kuat dan kerasnya, namun perasaan hati tak bisa berbohong. Satu kilatan memori bisa membawamu ke tahun-tahun yang telah lampau, yang walau tak pernah kusesali, tapi ternyata meninggalkan rongga yang cukup dalam.

Selalu ada hati yang ikut andil untuk menentukan semua keputusan. Selalu ada firasat-firasat yang tak terlogika namun dibenarkan oleh hati. Seperti sesuatu yang memberi petunjuk padamu ini benar atau ini salah. Ini benar tapi ditinggalkan atau ini salah tapi diteruskan. Begitulah bicara dengan hati. Hati yang jujur akan menunjukkan jalan pada keputusan yang (semoga) tak disesali.

Surat-surat Olga pada cucunya membayangkanku pada kemungkinan mamaku menulis surat itu pada anakku. Ia suka bercerita, aku suka bercerita, dan mamaku suka bercerita. Dulu di masa remajaku aku jarang bercerita pada mama. Aku tumbuh menjadi seseorang yang "mencari jati diri". Mama membiarkan aku asal bertanggung jawab. Tanpa disadari, aku tumbuh menjadi seperti dirinya, yang keras dan selalu teguh pada tujuan. Dulu kami sering bertengkar karena kami sama-sama keras kepala. Mungkin seperti Olga dan Ilaria di buku ini.

Sekarang, setelah aku dan mama melewati masa-masa sulitku, aku sering melewatkan akhir pekan dengan mengobrol dengan mama. Aku bercerita tentang tempat-tempat yang kudatangi, dan mama juga bercerita tentang rencana-rencana perjalanannya. Rasanya lebih mudah dan ringan. Walau aku tahu, bahwa mama adalah pengisi kekosonganku, namun bukan penggantinya.

Sering kulihat, mama mengobrol dengan anakku. Beruntungnya ia tak seperti cucu Olga yang disuratinya ini. Tapi kudengar, mama banyak mengajarkan bagaimana bertindak dengan hati. Bagaimana ia mengajari anakku sekolah, bagaimana ia selalu bercerita tentang diriku, bagaimana sosok kecil itu tumbuh menjadi seseorang yang welas asih namun kuat.

Dan aku percaya, semua yang dikerjakan dengan hati, akan membawa kita ke keputusan-keputusan yang dipercaya. Kesalahan bukan untuk disesali terus menerus, tetapi sebagai pelajaran. Tidak semua bentuk kehidupan itu normal, namun kita bisa belajar untuk hidup berdampingan dengan kekosongan.




View all my reviews

Tidak ada komentar: