cerita tentang buku. buku. dan buku. separuh hidupku adalah perjalanan. separuhnya lagi adalah buku.
ulasan. resensi. kesan.
ulasan. resensi. kesan. ini bukuku, apa bukumu?
Selasa, 29 September 2015
Jadilah Warga Dunia
Saya ingat, dulu ketika membaca buku The World is Flat-nya Thomas L. Friedman, saya berpikir, betapa tidak adilnya di negara kami, karena kita bahkan tidak bisa mendelegasikan pekerjaan ke negara lain seperti Amerika Serikat yang pegawainya bisa pulang pada jam enam sore, lalu meminta koleganya di India untuk meneruskan pekerjaannya (dan saat itu di India masuk jam kerja) sehingga menghemat biaya lembur dalam US dolar, dan target pekerjaannya pun selesai. Semua senang, mendapat sesuai kebutuhan. Kalau di negara sini, mana mungkin kita mendelegasikan pekerjaan ke Amerika. Bisa-bisa nombok karena biayanya tinggi.
Jadi dunia itu memang berputar, dengan kebutuhannya masing-masing sesuai waktunya. Jadi yang diperlukan untuk berhasil adalah tim yang bagus dan jejaring yang bersahabat. Buku Menjadi Warga Dunia ini mengetengahkan beberapa ide yang kurang lebih lebih mudah diwujudkan sebagai satu persona untuk mendapatkan kualitasnya terhadap posisinya. Karena buku ini sudah selesai kubaca ketika berbincang-bincang dengan penulisnya di kafe 89, Kemang, jadi yang kulakukan selanjutnya adalah membawa buku ini ke kantor, ke sekretariat, dan meminta orang-orang untuk membacanya. Jadi aku tidak sendiri dalam menelan buku ini, tapi juga berbagi supaya orang-orang mendapatkan ilmu yang kurang lebih sama.
Beberapa tips dan trik ini sudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk untuk mengelola pekerjaan maupun hubungan baik dengan klien. Etos-etos kerja yang dibangun inilah yang harus diterapkan untuk menjadi bagian dari dunia, bukan cuma ternganga dan terbersit iri melihat banyak sekali enterpreneur muda yang berhasil. Bagaimana mereka menerapkan kedisiplinan sehingga bisa menjadi seseorang yang diakui dunia. Satu kunci besar : Kerja Keras.
Salah satu bagian favoritku adalah 'be a passionate contributor', karena aku suka menjadi seseorang di balik layar, berani mengerjakan hal-hal karena passion. Dengan menjadi bagian dari satu tim dan mengerjakan dengan riang gembira sehingga menularkan semangat pada yang lain. Sebenarnya banyak lagi bagian-bagian yang sering kubaca dari tulisan ibu Eileen Rachman di Kompas Minggu. Wanita yang juga merupakan CEO Experd ini juga rutin menulis di situ.
Karena itu semangat ini harus dibagikan, bukan cuma sekadar membaca sendiri. Setiap orang yang menjadi bagian dari satu tim harus memiliki kesadaran yang sama supaya bisa bahu-membahu ketika mengahadapi kesulitan atau konflik. Semuanya berkesadaran untuk maju untuk mencapai keberhasilan bersama.
Jadilah Warga Dunia
Eileen Rachman
Gramedia Pustaka Utama, 154 halaman
Minggu, 12 April 2015
Interpreter of Maladies
Interpreter of Maladies by Jhumpa Lahiri
My rating: 4 of 5 stars
I love each story in this book, although I have to finish this book one month more because of my mood. The first story about a failed relationship between husband and wife really made me drop this book and delayed to read this for a few weeks. The rest of the story is humanity-related, some simple story that might happen also in our strange life. The story about Sanjeev and Twinkle within their new house, the story about the interpreter itself which had accidentally heard a secret story by someone he guide.
She write these story in simple detail, but deeper inside.
And I still have a wish to visit her country..
View all my reviews
My rating: 4 of 5 stars
I love each story in this book, although I have to finish this book one month more because of my mood. The first story about a failed relationship between husband and wife really made me drop this book and delayed to read this for a few weeks. The rest of the story is humanity-related, some simple story that might happen also in our strange life. The story about Sanjeev and Twinkle within their new house, the story about the interpreter itself which had accidentally heard a secret story by someone he guide.
She write these story in simple detail, but deeper inside.
And I still have a wish to visit her country..
View all my reviews
The Valkyries
The Valkyries by Paulo Coelho
My rating: 3 of 5 stars
break a pact. accept forgiveness. and make a bet.
We are not alone. The world is changing, and we are part of the transformation. The angels guide us and protect us. Despite all the injustice in the world, and despite the things that happen to us that we don't deserve, and despite the fact that we sometimes feel incapable of changing what is wrong with people and with the world, and despite all of the Grand Inquisitor's arguments - love is even stronger, and it willhelp us to grow. Only then will we be able to understand the stars and miracles.
Aku tidak terlalu suka buku ini. Ceritanya penuh imajinasi mistis yang bisa membawamu sedikit sesat, kecuali bahwa pandanganmu bisa menguatkan akan keberadaan Tuhanmu sendiri. Dibanding Aleph yang terasa natural, pencarian Paulo akan malaikat di sini membuatnya sedikit terlihat gila. Sebenarnya lama kelamaan aku agak curiga, apakah Paulo ingin menjadi Nabi baru dengan agama cinta?
Tapi aku melihat kesetiaan Chris. Kerelaan hatinya untuk mendampingi apa pun yang dilakukan suaminya. Membuatnya pasrah menjadi orang gila kedua yang melintasi gurun demi mencari malaikat. Ketulusannyalah yang membuat terenyuh, sehingga sebenarnya pesan-pesan dari yang di Atas jatuh melalui Chris, namun sayang Paulo tidak tahu. Mungkin demikianlah egois berkata.
View all my reviews
My rating: 3 of 5 stars
break a pact. accept forgiveness. and make a bet.
We are not alone. The world is changing, and we are part of the transformation. The angels guide us and protect us. Despite all the injustice in the world, and despite the things that happen to us that we don't deserve, and despite the fact that we sometimes feel incapable of changing what is wrong with people and with the world, and despite all of the Grand Inquisitor's arguments - love is even stronger, and it willhelp us to grow. Only then will we be able to understand the stars and miracles.
Aku tidak terlalu suka buku ini. Ceritanya penuh imajinasi mistis yang bisa membawamu sedikit sesat, kecuali bahwa pandanganmu bisa menguatkan akan keberadaan Tuhanmu sendiri. Dibanding Aleph yang terasa natural, pencarian Paulo akan malaikat di sini membuatnya sedikit terlihat gila. Sebenarnya lama kelamaan aku agak curiga, apakah Paulo ingin menjadi Nabi baru dengan agama cinta?
Tapi aku melihat kesetiaan Chris. Kerelaan hatinya untuk mendampingi apa pun yang dilakukan suaminya. Membuatnya pasrah menjadi orang gila kedua yang melintasi gurun demi mencari malaikat. Ketulusannyalah yang membuat terenyuh, sehingga sebenarnya pesan-pesan dari yang di Atas jatuh melalui Chris, namun sayang Paulo tidak tahu. Mungkin demikianlah egois berkata.
View all my reviews
Under the Southern Stars
Under the Southern Stars by Anida Dyah
My rating: 4 of 5 stars
aku membaca buku ini lama sekali. hampir satu bulan lamanya.
penuturannya lambat dan pelan, dan karena aku tidak sedang dalam perjalanan, maka aku lebih sering menulis ketimbang membaca. dan satu hari ketika aku sedang stuck dalam menulis, aku membacanya lagi.
aku melihat lagi pribadi anid yang tertutup, yang tersembunyi di balik cerita-cerita serunya. aku salut bahwa ia berani untuk bercerita di dalam bukunya, tentang motivasi, tentang masa lalu, tentang harapan seseorang, tentang hal-hal yang mungkin tidak mudah diungkapkan.
dan seperti seorang teman pernah berpendapat padaku, tulislah dengan jujur, beranilah membuka hati, dengan begitu kamu akan merebut pembacamu. dan aku melihat itu lagi dalam cerita-cerita anid ini. bagaimana konflik tidak terselesaikan, bagaimana rindu yang melanda, bagaimana keberanian ditantang, dan bagaimana tetap menyembunyikan pribadi. anid bercerita tentang dirinya dalam porsi yang cukup, tidak cengeng dan minta perhatian.
pada akhirnya, perjalanan bukan sekadar pernah melangkah di destinasi-destinasi yang dituju, tapi tentang memahami orang lain dan juga diri sendiri. membacanya memang membuat aku bersyukur pada perjalanan yang pernah kulalui, tak hirau lagi akan patah dan kesal yang pernah kulewati.
perjalanan memiliki makna pribadi, dan jalur yang dilintasi amat menantang emosi. dan ketika menutup buku ini, aku diam. tidak ada lagi hal yang diirikan dari sebuah kisah happy ending. life is about how you look at.
View all my reviews
My rating: 4 of 5 stars
aku membaca buku ini lama sekali. hampir satu bulan lamanya.
penuturannya lambat dan pelan, dan karena aku tidak sedang dalam perjalanan, maka aku lebih sering menulis ketimbang membaca. dan satu hari ketika aku sedang stuck dalam menulis, aku membacanya lagi.
aku melihat lagi pribadi anid yang tertutup, yang tersembunyi di balik cerita-cerita serunya. aku salut bahwa ia berani untuk bercerita di dalam bukunya, tentang motivasi, tentang masa lalu, tentang harapan seseorang, tentang hal-hal yang mungkin tidak mudah diungkapkan.
dan seperti seorang teman pernah berpendapat padaku, tulislah dengan jujur, beranilah membuka hati, dengan begitu kamu akan merebut pembacamu. dan aku melihat itu lagi dalam cerita-cerita anid ini. bagaimana konflik tidak terselesaikan, bagaimana rindu yang melanda, bagaimana keberanian ditantang, dan bagaimana tetap menyembunyikan pribadi. anid bercerita tentang dirinya dalam porsi yang cukup, tidak cengeng dan minta perhatian.
pada akhirnya, perjalanan bukan sekadar pernah melangkah di destinasi-destinasi yang dituju, tapi tentang memahami orang lain dan juga diri sendiri. membacanya memang membuat aku bersyukur pada perjalanan yang pernah kulalui, tak hirau lagi akan patah dan kesal yang pernah kulewati.
perjalanan memiliki makna pribadi, dan jalur yang dilintasi amat menantang emosi. dan ketika menutup buku ini, aku diam. tidak ada lagi hal yang diirikan dari sebuah kisah happy ending. life is about how you look at.
View all my reviews
The Dusty Sneakers: Kisah Kawan di Ujung Sana
The Dusty Sneakers: Kisah Kawan di Ujung Sana by Teddy W. Kusuma
My rating: 4 of 5 stars
Aku mengenal kedua penulisnya. Bukan mengenal dengan baik, hanya satu kali bertemu dalam satu acara temu traveler. Tapi saat itu, Twosocks meminjam buku favoritku, dan Gypsytoes tersenyum manis sekali. Ketika aku tahu ia menulis buku, it would be a good book. Beberapa kali aku pernah mampir ke blog mereka, dan menemukan rasa yang manis dan hangat. Dan itu yang membuatku, ah, aku harus punya buku mereka, hehe!
Dan aku langsung suka dengan cara bercerita mereka yang kenes dan lincah. Tulisan Gypsytoes sangat rapi seperti deretan gigi-giginya, sementara tulisan Twosocks segar seperti cara ia tertawa. Tanpa ada keterangan siapa yang menulisnya, aku bisa membedakan mana tulisan Twosocks atau Gypsytoes.
Cerita mereka menginspirasiku untuk menuliskan kisah yang, ah, tidak bisa dibilang sama. Tapi ya, tulisannya mengingatkanku untuk menulis pada gaya lama, bercerita pada seseorang. Seperti menulis surat saja. Cerita Twosocks keliling Indonesia, atau cerita Gypsytoes keliling Eropa.
Ya, tujukan saja tulisanmu pada seseorang.
View all my reviews
My rating: 4 of 5 stars
Aku mengenal kedua penulisnya. Bukan mengenal dengan baik, hanya satu kali bertemu dalam satu acara temu traveler. Tapi saat itu, Twosocks meminjam buku favoritku, dan Gypsytoes tersenyum manis sekali. Ketika aku tahu ia menulis buku, it would be a good book. Beberapa kali aku pernah mampir ke blog mereka, dan menemukan rasa yang manis dan hangat. Dan itu yang membuatku, ah, aku harus punya buku mereka, hehe!
Dan aku langsung suka dengan cara bercerita mereka yang kenes dan lincah. Tulisan Gypsytoes sangat rapi seperti deretan gigi-giginya, sementara tulisan Twosocks segar seperti cara ia tertawa. Tanpa ada keterangan siapa yang menulisnya, aku bisa membedakan mana tulisan Twosocks atau Gypsytoes.
Cerita mereka menginspirasiku untuk menuliskan kisah yang, ah, tidak bisa dibilang sama. Tapi ya, tulisannya mengingatkanku untuk menulis pada gaya lama, bercerita pada seseorang. Seperti menulis surat saja. Cerita Twosocks keliling Indonesia, atau cerita Gypsytoes keliling Eropa.
Ya, tujukan saja tulisanmu pada seseorang.
View all my reviews
Terre des Hommes: Bumi Manusia
Terre des Hommes: Bumi Manusia by Antoine de Saint-Exupéry
My rating: 4 of 5 stars
Setiap perjalananku bermula, sejak lepas landas aku memasrahkan diriku pada langit. Pada birunya atmosfer dan awan-awan yang berarak. Aku paling suka duduk di tepi jendela, memandang keluar, memperhatikan bangunan di bawah sana yang perlahan mengecil, memandang arus sungai yang berkelok, danau-danau yang tampak seperti pecahan genangan, pepohonan seperti gerumbulan hijau, gunung-gunung yang dikitari awan tipis, tepian garis pantai yang kontras dengan birunya laut, kapal-kapal yang menuju daratan, hingga cuma biru di sekeliling.
Namun aneh sekali pelajaran geografi yang kuterima waktu itu! Guillaumet tidak memberi pelajaran tentang Spanyol kepadaku; ia menjadikan Spanyol sahabatku. Ia tidak membicarakan hidrografi ataupun penduduk, bukan juga binatang ternak. Ia tidak berbicara tentang kota Guadix, tapi tentang tiga pohon jeruk dekat Guadix sepanjang sebuah ladang : "Waspadalah kepada pohon-pohon jeruk itu, tandai pada peta..." Dan sejak itu, pada petaku, pohon jeruk menempati tempat lebih penting daripada Sierra Nevada. Ia tidak berbicara tentang kota Lorca kepadaku, tapi tentang rumah petani dekat kota Lorca. Tentang sebuah rumah petani yang hidup. Dan tentang para petaninya. Dan tentang para petani perempuannya. Dan pasangan itu, yang entah berada di mana, seribu lima ratus kilometer dari kita, memiliki peranan yang luar biasa pentingnya. Mereka tinggal dengan nyamannya di lereng gunung, seperti penjaga mercu suar, dan di bawah naungan bintang-bintang, mereka selalu siap menolong manusia. (h.16)
Satu malam ketika aku mengangkasa membelah gelap, lepas dari bandara Minangkabau, meninggalkan lampu-lampu sepanjang jalur lepas landas, mulai menjauh dari daratan. Tak lama yang terlihat hanya lampu-lampu kota, kemudian kerlip samar di perbukitan, sampai menembus awan dan tak ada cahaya lagi yang nampak. Cuma gelap di luar jendelamu. Lalu tiba-tiba gemuruh terdengar dan pesawat mulai terguncang. Lampu kabin dimatikan dan kami semua harus menggunakan sabuk pengaman. Mengintip keluar jendela hanya lampu-lampu pada sayap dan sesekali terang di ujung sana oleh petasan kilat. Yang bisa dilakukan hanya berdoa.
Jadi perlahan-lahan aku meninggalkan matahari. Aku meninggalkan dataran keemasan yang terbentang luas yang akan menyambutku manakala terjadi kerusakan... Aku meninggalkan patokan-patokan yang mungkin menunjukkan jalan kepadaku. Aku meninggalkan lekukan-lekukan gunung di langit yang memberitahuku kalau ada bahaya. Aku memasuki malam. Aku terbang. Yang tersisa untukku hanyalah bintang-bintang...
Kematian bumi itu terjadi perlahan-lahan. Dan sedikit demi sedikit pula aku kehilangan cahaya. Bumi dan langit menyatu perlahan-lahan. Bumi naik dan seolah-olah seperti asap. Bintang-bintang pertama bergetar seperti dalam air hijau. Masih harus menunggu lama sebelum mereka berubah menjadi intan yang keras. Aku masih harus menunggu lama sebelum dapat menyaksikan permainan bintang jatuh yang sunyi. Di tengah malam-malam tertentu, aku telah melihat begitu banyak percikan beterbangan seolah-olah ada embusan angin besar di antara bintang-bintang. (h.134)
Antoine de Saint-Exupéry adalah seorang pilot berkebangsaan Perancis yang bertugas awal sebagai pilot pesawat pos yang terkenal dengan bukunya Le Petite Prince. Ia lebih bercerita tentang pengalaman batinnya ketika melintasi Sahara, yang banyak memakan korban pesawat di masa itu atau pengalaman sahabatnya menyelamatkan diri di tengah pegunungan salju di Andes. Ia berkisah tentang manusia-manusia yang ditemuinya, tentang karakter, perbedaan, cara pandang. Orang-orang yang terkadang memandangnya musuh, atau teman. Namun sebagai pembawa pesawat pos, dirinya selalu ditunggu, dianggap pembawa kabar dari seberang.
Jadi kami mengajak mereka terbang, dan begitulah tiga orang di antara mereka sempat mengunjungi Prancis yang tidak mereka kenal. Mereka termasuk ras yang sama dengan orang-orang, yang ketika pergi ke Senegal denganku, menangis melihat pepohonan.
Ketika aku mengunjungi mereka kembali di tenda, mereka bercerita mengagumi gedung pertunjukan musik di mana perempuan-perempuan telanjang menari di antara bunga-bungaan. Laki-laki itu, yang tidak pernah melihat pohon, air mancur, atau bunga mawar, hanya tahu melalui Quran adanya taman tempat mengalir sungai-sungai karena begitulah digambarkan surga. Bagi mereka, surga dengan isinya yang cantik-cantik hanya dapat dicapai melalui kematian pahit di atas pasir oleh tembakan seorang pengkhianat, setelah menjalani tiga puluh tahun kesengsaraan. Tetapi Tuhan mengecewakan mereka, karena telah menganugerahkan semua kekayaan itu kepada orang Prancis, tetapi tidak mengharuskan mereka untuk menebusnya dengan kehausan atau kematian. Itulah sebabnya para kepala pasukan yang sudah tua itu kini bermimpi. Itulah sebabnya seraya mengamati Sahara yang terbentang, kosong, di sekeliling tenda mereka dan yang sampai mereka mati hanya memberikan kesenangan sedikit sekali, mereka mencurahkan isi hati :
"Kau tahu... Tuhan orang Prancis... Ia lebih murah hati kepada orang Prancis jika dibandingkan Tuhan orang Moor kepada orang Moor!" (h.100)
Melihat dunia dari atas sebenarnya tak jauh beda dengan kita yang menyusurinya lewat roda. Hanya sesuatu yang datang dari atas terkadang lebih didewakan, dianggap lebih istimewa. Masih ingat film God Must be Crazy ketika adegan terlemparnya botol Coca Cola dari pesawat dan disambut dengan banyak pertanyaan 'apakah ini?' oleh yang menemukannya di bawah? Seandainya botol itu tiba melalui dunia yang lebih horisontal, mungkin akan lebih lambat dan lebih mudah pengertian akan dicapai.
Pertanyaan tentang hidup, ketika batas antara hilang dan kematian begitu tipis, tentang harapan yang terus dipupuk selama berhari-hari terdampar jatuh di gurun pasir, mencari oase-oase yang kadang semu di antara pilihan untuk melanjutkan atau bertahan ditemukan. Bergerak sambil terus meninggalkan jejak atau pasrah ditelan udara panas yang bisa membuat gila. Cerita panjang tentang melintasi pasir yang menyesatkan hanya dengan bantuan kompas, tanpa tahu di mana mereka sebenarnya dalam peta panduan yang mereka bawa.
Setiap tempat adalah satu titik istimewa di peta, yang punya cerita sendiri dari siapa yang pernah membuat jejaknya. Bisa terkenang akan pepohonan yang berbuah ranum, bisa tentang jalan berkelok yang berdebu, bisa tentang guncangan di udara, atau gadis-gadis cantik yang menggetarkan hati, bahkan sekadar perasaan bangga pernah tersesat dalam satu pecahan ombak. Bahkan tidak punya rasa atasnya pun tidak menjadi masalah. Hidup memang bagian dari perjalanan. Safe flight.
View all my reviews
My rating: 4 of 5 stars
Setiap perjalananku bermula, sejak lepas landas aku memasrahkan diriku pada langit. Pada birunya atmosfer dan awan-awan yang berarak. Aku paling suka duduk di tepi jendela, memandang keluar, memperhatikan bangunan di bawah sana yang perlahan mengecil, memandang arus sungai yang berkelok, danau-danau yang tampak seperti pecahan genangan, pepohonan seperti gerumbulan hijau, gunung-gunung yang dikitari awan tipis, tepian garis pantai yang kontras dengan birunya laut, kapal-kapal yang menuju daratan, hingga cuma biru di sekeliling.
Namun aneh sekali pelajaran geografi yang kuterima waktu itu! Guillaumet tidak memberi pelajaran tentang Spanyol kepadaku; ia menjadikan Spanyol sahabatku. Ia tidak membicarakan hidrografi ataupun penduduk, bukan juga binatang ternak. Ia tidak berbicara tentang kota Guadix, tapi tentang tiga pohon jeruk dekat Guadix sepanjang sebuah ladang : "Waspadalah kepada pohon-pohon jeruk itu, tandai pada peta..." Dan sejak itu, pada petaku, pohon jeruk menempati tempat lebih penting daripada Sierra Nevada. Ia tidak berbicara tentang kota Lorca kepadaku, tapi tentang rumah petani dekat kota Lorca. Tentang sebuah rumah petani yang hidup. Dan tentang para petaninya. Dan tentang para petani perempuannya. Dan pasangan itu, yang entah berada di mana, seribu lima ratus kilometer dari kita, memiliki peranan yang luar biasa pentingnya. Mereka tinggal dengan nyamannya di lereng gunung, seperti penjaga mercu suar, dan di bawah naungan bintang-bintang, mereka selalu siap menolong manusia. (h.16)
Satu malam ketika aku mengangkasa membelah gelap, lepas dari bandara Minangkabau, meninggalkan lampu-lampu sepanjang jalur lepas landas, mulai menjauh dari daratan. Tak lama yang terlihat hanya lampu-lampu kota, kemudian kerlip samar di perbukitan, sampai menembus awan dan tak ada cahaya lagi yang nampak. Cuma gelap di luar jendelamu. Lalu tiba-tiba gemuruh terdengar dan pesawat mulai terguncang. Lampu kabin dimatikan dan kami semua harus menggunakan sabuk pengaman. Mengintip keluar jendela hanya lampu-lampu pada sayap dan sesekali terang di ujung sana oleh petasan kilat. Yang bisa dilakukan hanya berdoa.
Jadi perlahan-lahan aku meninggalkan matahari. Aku meninggalkan dataran keemasan yang terbentang luas yang akan menyambutku manakala terjadi kerusakan... Aku meninggalkan patokan-patokan yang mungkin menunjukkan jalan kepadaku. Aku meninggalkan lekukan-lekukan gunung di langit yang memberitahuku kalau ada bahaya. Aku memasuki malam. Aku terbang. Yang tersisa untukku hanyalah bintang-bintang...
Kematian bumi itu terjadi perlahan-lahan. Dan sedikit demi sedikit pula aku kehilangan cahaya. Bumi dan langit menyatu perlahan-lahan. Bumi naik dan seolah-olah seperti asap. Bintang-bintang pertama bergetar seperti dalam air hijau. Masih harus menunggu lama sebelum mereka berubah menjadi intan yang keras. Aku masih harus menunggu lama sebelum dapat menyaksikan permainan bintang jatuh yang sunyi. Di tengah malam-malam tertentu, aku telah melihat begitu banyak percikan beterbangan seolah-olah ada embusan angin besar di antara bintang-bintang. (h.134)
Antoine de Saint-Exupéry adalah seorang pilot berkebangsaan Perancis yang bertugas awal sebagai pilot pesawat pos yang terkenal dengan bukunya Le Petite Prince. Ia lebih bercerita tentang pengalaman batinnya ketika melintasi Sahara, yang banyak memakan korban pesawat di masa itu atau pengalaman sahabatnya menyelamatkan diri di tengah pegunungan salju di Andes. Ia berkisah tentang manusia-manusia yang ditemuinya, tentang karakter, perbedaan, cara pandang. Orang-orang yang terkadang memandangnya musuh, atau teman. Namun sebagai pembawa pesawat pos, dirinya selalu ditunggu, dianggap pembawa kabar dari seberang.
Jadi kami mengajak mereka terbang, dan begitulah tiga orang di antara mereka sempat mengunjungi Prancis yang tidak mereka kenal. Mereka termasuk ras yang sama dengan orang-orang, yang ketika pergi ke Senegal denganku, menangis melihat pepohonan.
Ketika aku mengunjungi mereka kembali di tenda, mereka bercerita mengagumi gedung pertunjukan musik di mana perempuan-perempuan telanjang menari di antara bunga-bungaan. Laki-laki itu, yang tidak pernah melihat pohon, air mancur, atau bunga mawar, hanya tahu melalui Quran adanya taman tempat mengalir sungai-sungai karena begitulah digambarkan surga. Bagi mereka, surga dengan isinya yang cantik-cantik hanya dapat dicapai melalui kematian pahit di atas pasir oleh tembakan seorang pengkhianat, setelah menjalani tiga puluh tahun kesengsaraan. Tetapi Tuhan mengecewakan mereka, karena telah menganugerahkan semua kekayaan itu kepada orang Prancis, tetapi tidak mengharuskan mereka untuk menebusnya dengan kehausan atau kematian. Itulah sebabnya para kepala pasukan yang sudah tua itu kini bermimpi. Itulah sebabnya seraya mengamati Sahara yang terbentang, kosong, di sekeliling tenda mereka dan yang sampai mereka mati hanya memberikan kesenangan sedikit sekali, mereka mencurahkan isi hati :
"Kau tahu... Tuhan orang Prancis... Ia lebih murah hati kepada orang Prancis jika dibandingkan Tuhan orang Moor kepada orang Moor!" (h.100)
Melihat dunia dari atas sebenarnya tak jauh beda dengan kita yang menyusurinya lewat roda. Hanya sesuatu yang datang dari atas terkadang lebih didewakan, dianggap lebih istimewa. Masih ingat film God Must be Crazy ketika adegan terlemparnya botol Coca Cola dari pesawat dan disambut dengan banyak pertanyaan 'apakah ini?' oleh yang menemukannya di bawah? Seandainya botol itu tiba melalui dunia yang lebih horisontal, mungkin akan lebih lambat dan lebih mudah pengertian akan dicapai.
Pertanyaan tentang hidup, ketika batas antara hilang dan kematian begitu tipis, tentang harapan yang terus dipupuk selama berhari-hari terdampar jatuh di gurun pasir, mencari oase-oase yang kadang semu di antara pilihan untuk melanjutkan atau bertahan ditemukan. Bergerak sambil terus meninggalkan jejak atau pasrah ditelan udara panas yang bisa membuat gila. Cerita panjang tentang melintasi pasir yang menyesatkan hanya dengan bantuan kompas, tanpa tahu di mana mereka sebenarnya dalam peta panduan yang mereka bawa.
Setiap tempat adalah satu titik istimewa di peta, yang punya cerita sendiri dari siapa yang pernah membuat jejaknya. Bisa terkenang akan pepohonan yang berbuah ranum, bisa tentang jalan berkelok yang berdebu, bisa tentang guncangan di udara, atau gadis-gadis cantik yang menggetarkan hati, bahkan sekadar perasaan bangga pernah tersesat dalam satu pecahan ombak. Bahkan tidak punya rasa atasnya pun tidak menjadi masalah. Hidup memang bagian dari perjalanan. Safe flight.
View all my reviews
Maya
Maya by Ayu Utami
My rating: 4 of 5 stars
Yasmin. Perempuan berarti melati yang dianggap salah menemukan cinta. Jika mencintai yang salah bisa seperti itu besarnya, bagaimana jika mencintai yang benar?
View all my reviews
My rating: 4 of 5 stars
Yasmin. Perempuan berarti melati yang dianggap salah menemukan cinta. Jika mencintai yang salah bisa seperti itu besarnya, bagaimana jika mencintai yang benar?
View all my reviews
Wisata Bumi Cekungan Bandung
Wisata Bumi Cekungan Bandung by Budi Brahmantyo
My rating: 5 of 5 stars
buku keren dengan 9 jalur geotrek menyusuri cekungan bandung.
sudah menjalani 4, akan lima bulan depan.
perjalanan yang sip, keren, mengasyikkan deh..
https://www.goodreads.com/topic/show/...
View all my reviews
My rating: 5 of 5 stars
buku keren dengan 9 jalur geotrek menyusuri cekungan bandung.
sudah menjalani 4, akan lima bulan depan.
perjalanan yang sip, keren, mengasyikkan deh..
https://www.goodreads.com/topic/show/...
View all my reviews
Tea For Two
Tea For Two by Clara Ng
My rating: 3 of 5 stars
don't trust someone who said loving you too much.
View all my reviews
My rating: 3 of 5 stars
don't trust someone who said loving you too much.
View all my reviews
7 Divisi
7 Divisi by Ayu Welirang
My rating: 4 of 5 stars
Alam, memang menjadi tempat belajar untuk mengenal pribadi masing-masing. Yang kuat, yang manja, yang tabah, akan diperlihatkan seketika mereka berhadapan dengan alam. Untuk yang sering jalan ke gunung, pasti sifat egois itu makin lama makin terkikis. Ketika di alam, semua adalah satu tim, karena cuma alam dan mungkin kematian yang bisa memisahkan.
Aku bisa merasakan guruh yang menyapu langit Arcawana, berjalan di punggungan-punggungan tipis, menemukan tebing satu-satunya jalan, terpaksa nge-camp di jalur, dari kata-kata yang ditutur Ayu. Bagaimana Gitta menapaki pitch demi pitch di tebing itu, seperti cerita film yang terbayang-bayang di kepalaku. Arcawana dalam bayanganku adalah Argopuro, gunung yang kulihat di latar belakang jauh ketika aku berdiri di menara pandang Taman Nasional Baluran, tak jauh dari Banyuwangi.
Sebenarnya cerita ini bernilai 4* bagiku, jika tidak ada jalur kereta yang salah, atau beberapa penulisan istilah teknis yang salah, jadi agak-agak mengganggu di awal. Demikian juga dengan nama-nama penduduk desa misterius di Arcawana. Namun akhirnya aku bisa menikmati cerita selanjutnya dengan tidak terlalu mengindahkan itu, cuma memberi catatan-catatan khusus.
Ide ceritanya menarik, karena agak jarang buku tentang gunung, yang ditulis oleh pendaki gunung beneran pula. Walaupun perekrutannya agak mirip dengan film 'Now You See Me', tapi cerita keseluruhannya cukup menarik untuk dibaca pembaca remaja yang butuh tema alternatif.
Jadi walaupun turun menjadi 3* tapi akhirnya kukembalikan lagi menjadi 4 karena jika aku kenal penulisnya, pasti aku tambah satu *.
Terus menulis, Ayu.
View all my reviews
My rating: 4 of 5 stars
Alam, memang menjadi tempat belajar untuk mengenal pribadi masing-masing. Yang kuat, yang manja, yang tabah, akan diperlihatkan seketika mereka berhadapan dengan alam. Untuk yang sering jalan ke gunung, pasti sifat egois itu makin lama makin terkikis. Ketika di alam, semua adalah satu tim, karena cuma alam dan mungkin kematian yang bisa memisahkan.
Aku bisa merasakan guruh yang menyapu langit Arcawana, berjalan di punggungan-punggungan tipis, menemukan tebing satu-satunya jalan, terpaksa nge-camp di jalur, dari kata-kata yang ditutur Ayu. Bagaimana Gitta menapaki pitch demi pitch di tebing itu, seperti cerita film yang terbayang-bayang di kepalaku. Arcawana dalam bayanganku adalah Argopuro, gunung yang kulihat di latar belakang jauh ketika aku berdiri di menara pandang Taman Nasional Baluran, tak jauh dari Banyuwangi.
Sebenarnya cerita ini bernilai 4* bagiku, jika tidak ada jalur kereta yang salah, atau beberapa penulisan istilah teknis yang salah, jadi agak-agak mengganggu di awal. Demikian juga dengan nama-nama penduduk desa misterius di Arcawana. Namun akhirnya aku bisa menikmati cerita selanjutnya dengan tidak terlalu mengindahkan itu, cuma memberi catatan-catatan khusus.
Ide ceritanya menarik, karena agak jarang buku tentang gunung, yang ditulis oleh pendaki gunung beneran pula. Walaupun perekrutannya agak mirip dengan film 'Now You See Me', tapi cerita keseluruhannya cukup menarik untuk dibaca pembaca remaja yang butuh tema alternatif.
Jadi walaupun turun menjadi 3* tapi akhirnya kukembalikan lagi menjadi 4 karena jika aku kenal penulisnya, pasti aku tambah satu *.
Terus menulis, Ayu.
View all my reviews
Langganan:
Postingan (Atom)