Siluet dalam Sketsa by Gerakan Indonesia Membaca Sastra (GIMS)
My rating: 3 of 5 stars
Ada kekhawatiran ketika membaca sebuah antologi cerpen. Kekhawatiran bahwa tidak semua ceritanya bagus dan aku suka. Apalagi ini. Ada 12 penulis yang bergabung dan menyuarakan isi hatinya dalam cerita.
Semuanya tentang laki-laki, makhluk yang menurut perempuan meresahkan dan terkadang bikin masalah. Yang menyenangkan bila mencinta dengan ucapan puji semanis madu. Cerita dari berbagai sudut. Awal-awal cerita terasa beberapa cerpen terlalu lambat atau terlalu cepat.
Beruntunglah, cerita Arnelis berjudul Penghulu bisa memikat hatiku. Kisah seorang penghulu menghadapi lelaki amat muda yang jatuh cinta pada anaknya. Aku juga suka Lelaki dari Utara tulisan Indah Ariani.
Namun lama-lama kami jadi mahir melakukan apa yang sebelumnya sulit kami pahami. Aku mulai bisa membaca arah mata angin, dan dia mulai membaca bibir dan hati dengan baik. Tapi hanya arah mata angin, bibir, dan hati kami berdua. Itu saja akhirnya.
Aku juga suka Kembang Kitiran dari Nina Samidi. Dalam perumpamaan penari, perempuan akan mengabarkan dunia kalau ia jatuh cinta, sementara lelaki akan menyimpan baik-baik perasaannya. Kalau perlu merahasiakannya. Dang! Seperti benar adanya begitu.
Makin halaman belakang cerpen-cerpennya juga bagus, tidak terpatok pada ending cerpen yang selalu kejutan walaupun tetap ada satu dua yang seperti itu. Aliran katanya renyah dengan bahasa kenes, juga ada dengan renungan tokoh yang tidak paham dirinya.
Sketsa itu kini tergantung di dinding ruang kerjaku. Dengan memori yang masih kuat terpatri di benak, kubuat gambar dirinya di dalamnya.
View all my reviews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar