Warna Air by Kim Dong Hwa
My rating: 5 of 5 stars
#2010-86#
ibu :
Seorang anak berharga, namun rapuh. Seorang ibu tidak akan membiarkan anaknya tidur di atas lantai yang kasar, makan buah yang bentuknya tidak sempurna, mengenakan pakaian compang-camping, atau menelan makanan yang sulit dikunyah. Begitulah hati seorang ibu.( h. 166)
Masa pubertas hanya datang satu kali. Saat tersebutlah yang rawan karena euforia kegembiraan yang meluap-luap, bak bunga yang mekar dan memamerkan kecantikannya. Pada seorang gadis saatnya wajahnya bersinar cerah, ditambah bibir yang merekah. Perubahan menjadi bentuk perempuan yang sesungguhnya, tidak hanya dengan dada dan pinggul yang membesar, namun juga hati yang berdesir-desir. Saat itulah ujian bagi seorang ibu, untuk memberikan pengetahuan yang benar tentang masa remaja, gejolak gairah yang terjadi, sehingga dapat melewati masa ini dengan selamat.
ehwa :
Aku selalu mengira berpacaran itu semanis tebu, tetapi kusadari hal itu juga pahit. Dia bagaikan sumur yang tak pernah kering, tak peduli seberapa sering aku menimba airnya, tak peduli seberapa sering aku melihatnya, sepertinya aku takkan puas memandang wajahnya. Kami baru berpisah beberapa menit, tapi aku sudah merindukannya. (h. 202)
Bagaimana rasanya jatuh cinta? Semua yang tampak bagaikan dia. Harumnya udara adalah wanginya. Perasaan yang muncul ketika menjelma menjadi seorang gadis. Keingintahuan akan hubungan laki-laki dan perempuan. Membayangkan ciuman pertama. Belajar tentang kelebihan diri, sesuatu yang harus dijaga, sesuatu tentang hal-hal yang lebih intim.
Tak disangkal, masa remaja adalah masa mencari cinta, masa melihat dunia, masa memilih, namun belum menjatuhkan pilihan. Manis ceria, pahit dan getir rasa tertuang, namun belum meninggalkan luka dalam hati, karena luka bisa sembuh oleh waktu.
ibu & ehwa :
Laki-laki yang terpikat oleh aroma bunga hanya akan tinggal sekejap. Laki-laki yang datang karena cinta akan tinggal seumur hidup. (h. 209)
Hubungan ibu dan anak gadis yang bagai sahabat dekat, makin erat di masa remaja si anak, terlebih ketika masing-masing punya kekasih sendiri. Mereka saling mencurahkan perasaan, pengalaman sehari-hari dan cinta mereka. Hubungan yang dijaga dengan baik, akan membuat si gadis percaya pada ibunya, dan tahu bahwa kata-katanya yang terbaik untuknya.
ehwa & bongsoon :
Ambil seutas rambutmu dan ikatkan pada cincin. Putar cincin itu dan hitunglah sampai cincin itu akhirnya berhenti bergerak. Angka ketika cincin berhenti adalah umurmu saat menikah. (h. 262)
Sebagian besar impian gadis-gadis remaja adalah dengan siapa mereka menikah kelak? Maka ramal-ramalan menjadi cara ampuh untuk mengetahui siapa yang bakal mendampingi mereka kelak. Jodoh masa depan yang seolah ditentukan sekarang.
Percaya tidak percaya, aku pernah melakukan ramalan cincin ini dengan keenam sahabatku, ketika kami menginap di tepi pantai sesudah sidang skripsi. Ikat cincin kawin emas (kebetulan ada teman yang sudah menikah) dengan rambutmu, lalu diangkat naik turun gelas sesuai dengan umurmu, sesudah itu diamkan, maka cincin akan berputar dan berdenting membentur gelas. Jumlah dentingan itulah jumlah tahun yang akan kamu lalui sebelum menikah. Jadi kalau berdenting 1, mungkin tahun depan ia menikah.
Percaya tidak percaya, setiap salah satu dari kita menikah, kita selalu ingat pada ramalan itu. Dan kalaupun diingat-ingat, andaikata jumlah tahunnya plus minus benar, tapi seingat kami urutannya yang benar, siapa yang duluan dan siapa yang belakangan.
Percaya tidak percaya, temanku yang sudah menikah itu mencoba ramalan ini dan cincinnya tidak berdenting sama sekali ketika berputar, tidak sekalipun menyentuh dinding gelas. Dan seorang teman lain yang mendapat ramalan serupa, sampai sekarang belum menikah. Tadinya malah kami menafsirkan mungkin ia menikah pada tahun ini juga, tapi ternyata salah.
Percaya tidak percaya, silahkan coba kalau berminat. Ini sih permainan ramalan buat asyik-asyikan aja. Namanya juga gadis belia.
Ketika musim semi tiba, kupu-kupu kuning dan kupu-kupu harimau selalu kembali. Mereka hinggap di punggungmu seolah-olah ingin menepuk bahumu, berterima kasih karena kau sudah menantikan mereka. (h.293)
View all my reviews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar