Peter Pan in Scarlet by Geraldine McCaughrean
My rating: 2 of 5 stars
Apakah setelah dewasa kita harus kehilangan sisi kanak-kanak kita?
Apakah setelah dewasa kita tidak boleh tertawa terbahak-bahak, berlarian kesana kemari, jahil dan iseng ngerjain temen, berpura-pura menjadi seseorang?
Apakah setelah dewasa kita harus selalu disibukkan dengan pekerjaan, angka-angka tagihan, anak, pasangan, keluhan-keluhan orang lain?
Kalau ya, susah sekali jadi orang dewasa.
Berlarian sedikit, ngambek, iseng, dibilang kekanak-kanakan.
Lalu apa iya dewasa itu berarti banyak masalah??
Jadi inget beberapa tahun yang lalu, ketika saya sedang becanda dengan adik-adik sepupu yang masih SMP, lalu dibilang kakek bahwa saya kekanak-kanakan.
'What's wrong with it?' Saya udah 25 tahun waktu itu dan merasa inilah diri saya, yang sangat ceria, sehingga diterima dan dicintai oleh adik-adik sepupu saya. Mana mau mereka deket kalau saya sok tua, sok serius, dan nganggep mereka anak kecil.
Jadilah tahun berikutnya saya masih juga lari-larian di sawah dengan mereka. Bahakan yang umur 20 an juga mengikuti.
Inilah cerita Peterpan, dimana menjadi dewasa adalah sesuatu yang salah. Semua harus terus menjadi anak kecil, yang asik bermain-main dan berpetualang. Peterpan yang menjadi pemarah dalam jubah Kapten Hook. Peterpan yang membenci ibunya karena tidak membukakan jendela.
Penemuan ibu-ibu orang tua dari anak-anak Darling.
Tapi menjadi dewasa adalah sebuah proses, dimana kita juga tidak boleh melupakan sisi kekanakan kita, karena suatu saat kita punya anak, tentu akan membangkitkan kembali sisi kekanakan kita.
View all my reviews >>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar