The New Life by Orhan Pamuk
My rating: 5 of 5 stars
Terjemahan bahasa Indonesia - Penerbit Serambi - 472 halaman
Pernahkah kamu membaca sebuah buku dan hidupmu berubah?
Aku pernah. Mungkin sudah tidak perlu kusebutkan lagi judulnya karena siapa pun yang mengenalku dengan baik tahu buku itu. Dan untunglah aku tidak perlu menderita seperti Osman, si mahasiswa arsitektur dalam buku ini, yang mencari 'Kehidupan Baru' keliling negerinya, sesudah membaca buku yang ia lihat tanpa sengaja.
Pernahkah kamu merasa ingin melompat ke dalam bis-bis yang lewat di depanmu yang kau tak pasti tujuannya ke mana, lalu memulai petualangan dengan naik turun bis ke mana pun berganti-ganti, sampai sesuatu hal menuntunmu pada tujuan tertentu, seperti Osman dan Janan?
Aku tidak pernah. Rasanya sulit untuk memulai sesuatu tanpa perencanaan panjang. Mungkin karena aku lebih banyak memikirkan perasaan orang-orang yang akan kutinggalkan apabila nekat kabur begitu saja. Tapi bukan berarti aku tidak ingin. Ingin sekali. Terkadang kalau sedang tidak punya pikiran apa-apa terbit keinginan untuk berjalan ke mana-mana ke mana kaki ingin melangkah. Belum senekad itu sih.
Pernahkah kamu muak terhadap sesuatu yang terlalu mudah ditemukan di dunia ini? Seperti Coca Cola, burger, berita-berita di televisi, sesuatu yang tersebar begitu cepat ke seluruh penjuru dunia?
Aku pernah. Sering sekali malah. Sering sekali rindu pada cara lokal dan unik untuk menikmati sesuatu. Seperti makan nasi liwet di pincuknya, minum legen dari batang bambu, atau banyak makanan lain yang tak bisa diawetkan dan harus dinikmati di tempatnya langsung. Atau mendengarkan berita-berita lokal alih-alih politik luar negeri yang nggak ada hubungannya sama kita. Mungkin itu yang ada di benak Doktor Fine, yang menampung Osman dan Janan, tanpa barang-barang multiglobal itu, negeri kita akan baik-baik saja. Nggak akan hancur suatu negeri karena tidak minum Coca Cola. Lihatlah Amerika yang menghancurkan suku Indian dengan memberi mereka minuman keras sehingga perlahan-lahan mati sendiri. .
Pernahkah kamu berpikir bahwa kereta api, seperti yang diceritakan Paman Rifki, adalah pembawa hal-hal biasa menjadi umum ke seluruh negeri, daerah-daerah tidak menjadi unik lagi, seperti ketika ia menuliskan petualangan Peter dan Pertev di Amerika, saat jalan untuk besi beroda itu dibangun menghubungkan Amerika Timur dan Barat, ketika kota-kota yang dilaluinya menggeliat berubah?
Ya, aku pernah. Kereta api, atau jalur transportasi lain, senantiasa memberi dua sisi pedang. Semakin bagus akses transportasi ke suatu daerah, semakin mudah perekonomian akan membaik, semakin umum daerah itu, dan semakin hilanglah nilai-nilai lokalnya. Ini terjadi di seluruh dunia. Akses yang bagus memberi dampak positif pada daerah tujuannya, namun tidak selalu pada daerah yang dilaluinya.
Ini cerita tentang seseorang yang kehilangan dirinya sendiri setelah membaca sebuah buku. Buku ini tidak eksklusif, beberapa orang memilikinya, Ia melihat dalam dunia yang global ini ketika kaki bisa melangkahkan diri ke mana pun, ia menjadi warga dunia. Ia kehilangan lokalitasnya. Ia bisa siapa pun. Tidak hanya Osman si mahasiswa arsitektur itu, namun juga siapapun yang menceburkan dirinya sendiri ke dunia global. Untuk menyelamatkan diri, hanya satu cara. Selalu ingat siapa dirimu, identitas, asal dan lokalitasmu.
*****
Orhan Pamuk, novelis yang memenangkan penghargaan nobel Sastra pada hari Kamis, 12 Oktober 2006 ini, menjadi penulis terpopuler di Turki dan dikenal negara-negara lain juga. Penulis ganteng yang lahir di Istambul tanggal 7 Juni 1952 ini, tidak pernah jauh dari kontroversi di Turki yang dikritiknya baik dari sisi religius atau pun sekular. Diberitakan juga bahwa Pamuk menjalin hubungan dengan Kiran Desai seorang novelis cantik berkebangsaan India.
Buku-buku lainnya yang populer adalah Snow, My Name is Red, Istanbul: Memories and the City, The Museum of Innocence, The White Castle.
Separuh novel perjalanan, separuh dongeng thriller, The New Life adalah buku yang paling cepat terjual habis dalam sejarah Turki. Menampilkan seluruh kecerdasan dan keluwesan khas Pamuk, novel indah ini mengingatkan kita akan sebuah bangsa yang terombang-ambing antara Timur dan Barat.
#PostingBareng #NobelSastra @BBI_2011
View all my reviews
cerita tentang buku. buku. dan buku. separuh hidupku adalah perjalanan. separuhnya lagi adalah buku.
ulasan. resensi. kesan.
ulasan. resensi. kesan. ini bukuku, apa bukumu?
Rabu, 31 Oktober 2012
Rp 3 Jutaan Keliling India dalam 8 Hari
Rp 3 Jutaan Keliling India dalam 8 Hari by Rini Raharjanti
My rating: 2 of 5 stars
Aku paling nggak suka baca buku perjalanan yang di judulnya ada nominal rupiahnya. Kenapa? Ya, nggak bakal up to date aja gitu. Buku dengan judul 'sekian juta keliling dimana' itu nggak lebih dari taktik dagang supaya orang merasa murah dan beli buku itu. Padahal bisa saja buku itu baru dibaca beberapa tahun kemudian, dengan kondisi perekonomian yang terbaru. Jadi sebenarnya yang penting dari buku catatan perjalanan itu adalah menceritakan tentang tempat yang dilalui dan apa yang dirasakan dalam perjalanannya.
Kenapa aku mengambil buku ini? Pertama alasannya adalah India gitu lho! My number one wish list sejak SMA untuk dikunjungi. Karena aku menganggap India itu eksotis, masih kuat mempertahankan kebudayaannya, nggak hilang ditempa gerusan zaman pop. Bangunan, kuil, Gangga, Taj mahal, jalanan yang ramai, rumah bertumpuk di daerah perbukitan, dan muka-muka India yang khas banget. Ingat uniknya muka Preethi Sethi VJ MTV itu yang nggak kehilangan ke-India-annya walau sudah masuk ranah global.
Alasan kedua, karena buku ini murah, harganya hanya 10 ribu saja di obralan. Jadi lumayan lah bisa diintip itinerarinya, ke mana aja sih si penulis berjalan-jalan. Syukur-syukur bisa diikuti. Walaupun banyak catatan perjalanan bertebaran di blog-blog orang, memegang buku itu emang enak karena bisa ditenteng-tenteng ke mana pun, jadi bisa kebayang-bayang kalau suatu kali aku ke India itu ngapain aja.
Si penulis memaparkan perjalanannya di India mulai dari Kolkata, Varanasi, Pushkar, Jaipur, sampai kembali lagi. Banyak juga sih diceritakan tips-tips menarik bagaimana berjalan-jalan di India, cara menghalau anak-anak kecil yang selalu membuntuti, bagaimana menghindar dari calo hostel atau taksi, yang banyak diperlu-perlukan di India. Kalau bagaimana temple atau yang dituju diceritakan agak sekilas kalau menurutku, mungkin saking banyaknya temple yang ia kunjungi jadi nggak terlalu khas lagi. Untuk informasi hostel, touris centernya lumayan lengkap. Menarik ketika ia melihat upacara-upacara keagamaan di India yang tak terjadwal, juga tak sengaja berada di Pushkar ketika Holy Day yang penuh warna-warni coreng-moreng di jalanan. Aku sendiri sudah lama tahu Holy Day ketika baca Balada Si Roy 10: Epilog beberapa tahun silam. Sejak baca buku itu memang ingin sekali ke India sebagai traveler, namun waktu tak mengijinkan. Sepertinya seandainya aku ke India kini pun hanya akan sebagai turis saja. Makanya aku tertarik dengan buku ini bukan 3 jutanya, tapi 8 harinya. Kira-kira 8 hari bisa sampai Ladakh atau Darjeeling, atau Kalimpong di utara nggak ya? Nah, kebetulan di buku ini si penulis nggak sampai sana, sih. Jadi sepertinya aku akan memodifikasi itinerarinya kalau benar-benar jalan ke sana.
Nah, karena si penulis mungkin menulis di era buku perjalanan belum terlalu beken, maka yang paling mengganggu adalah fotonya. Bagaimana bisa sih kita dapat informasi dari foto yang bertebaran ukuran 3x4 cm begitu? Yang difoto bangunan, pemandangan, sama sekali nggak menarik fotonya. Jadi terpaksa aku mencari tahu di tempat lain tentang informasi gambarnya. Sementara penggambaran lewat tulisan juga tidak terlalu deskriptif. Mungkin memang sesuai judulnya, ia menitikberatkan pada biaya, yang memang dituliskan dengan cukup rinci.
Aku ingat di satu diskusi buku dengan salah seorang penulis cerita perjalanan, ia ditanya oleh pengunjung, ”Alangkah baiknya kalau di bukumu lebih banyak fotonya. Jadi kita bisa melihat apa yang dilihat olehmu.”
Jawab si penulis,”Mas, ketika anda membaca satu halaman itu, apakah anda terbayang akan suasananya, akan apa yang mas lihat?”. Si penanya mengiyakan. Si penulis berkata,”Nah, kalau begitu memang saya tidak usah menampilkan foto. Anda terbayang dengan membacanya. Saya ini bukan fotografer, daripada ditampilkan tidak bagus, lebih baik saya mencoba menulis dengan bagus.”
Jadi kalau melihat judulnya dengan nominal, sebenarnya buku ini benar adanya, semacam panduan jalan-jalan saja. Tapi, lebih baik selalu pastikan lagi dengan informasi terbaru sehingga bila berjalan-jalan benaran, tidak terpaku pada harga-harga yang dituliskannya. Lebih baik lagi siapkan dua kali lipat. Oh, iya, tiga juta ini nggak termasuk tiket pesawat Jakarta-Kuala Lumpur-Kolkata dan sebaliknya lho.
View all my reviews
My rating: 2 of 5 stars
Aku paling nggak suka baca buku perjalanan yang di judulnya ada nominal rupiahnya. Kenapa? Ya, nggak bakal up to date aja gitu. Buku dengan judul 'sekian juta keliling dimana' itu nggak lebih dari taktik dagang supaya orang merasa murah dan beli buku itu. Padahal bisa saja buku itu baru dibaca beberapa tahun kemudian, dengan kondisi perekonomian yang terbaru. Jadi sebenarnya yang penting dari buku catatan perjalanan itu adalah menceritakan tentang tempat yang dilalui dan apa yang dirasakan dalam perjalanannya.
Kenapa aku mengambil buku ini? Pertama alasannya adalah India gitu lho! My number one wish list sejak SMA untuk dikunjungi. Karena aku menganggap India itu eksotis, masih kuat mempertahankan kebudayaannya, nggak hilang ditempa gerusan zaman pop. Bangunan, kuil, Gangga, Taj mahal, jalanan yang ramai, rumah bertumpuk di daerah perbukitan, dan muka-muka India yang khas banget. Ingat uniknya muka Preethi Sethi VJ MTV itu yang nggak kehilangan ke-India-annya walau sudah masuk ranah global.
Alasan kedua, karena buku ini murah, harganya hanya 10 ribu saja di obralan. Jadi lumayan lah bisa diintip itinerarinya, ke mana aja sih si penulis berjalan-jalan. Syukur-syukur bisa diikuti. Walaupun banyak catatan perjalanan bertebaran di blog-blog orang, memegang buku itu emang enak karena bisa ditenteng-tenteng ke mana pun, jadi bisa kebayang-bayang kalau suatu kali aku ke India itu ngapain aja.
Si penulis memaparkan perjalanannya di India mulai dari Kolkata, Varanasi, Pushkar, Jaipur, sampai kembali lagi. Banyak juga sih diceritakan tips-tips menarik bagaimana berjalan-jalan di India, cara menghalau anak-anak kecil yang selalu membuntuti, bagaimana menghindar dari calo hostel atau taksi, yang banyak diperlu-perlukan di India. Kalau bagaimana temple atau yang dituju diceritakan agak sekilas kalau menurutku, mungkin saking banyaknya temple yang ia kunjungi jadi nggak terlalu khas lagi. Untuk informasi hostel, touris centernya lumayan lengkap. Menarik ketika ia melihat upacara-upacara keagamaan di India yang tak terjadwal, juga tak sengaja berada di Pushkar ketika Holy Day yang penuh warna-warni coreng-moreng di jalanan. Aku sendiri sudah lama tahu Holy Day ketika baca Balada Si Roy 10: Epilog beberapa tahun silam. Sejak baca buku itu memang ingin sekali ke India sebagai traveler, namun waktu tak mengijinkan. Sepertinya seandainya aku ke India kini pun hanya akan sebagai turis saja. Makanya aku tertarik dengan buku ini bukan 3 jutanya, tapi 8 harinya. Kira-kira 8 hari bisa sampai Ladakh atau Darjeeling, atau Kalimpong di utara nggak ya? Nah, kebetulan di buku ini si penulis nggak sampai sana, sih. Jadi sepertinya aku akan memodifikasi itinerarinya kalau benar-benar jalan ke sana.
Nah, karena si penulis mungkin menulis di era buku perjalanan belum terlalu beken, maka yang paling mengganggu adalah fotonya. Bagaimana bisa sih kita dapat informasi dari foto yang bertebaran ukuran 3x4 cm begitu? Yang difoto bangunan, pemandangan, sama sekali nggak menarik fotonya. Jadi terpaksa aku mencari tahu di tempat lain tentang informasi gambarnya. Sementara penggambaran lewat tulisan juga tidak terlalu deskriptif. Mungkin memang sesuai judulnya, ia menitikberatkan pada biaya, yang memang dituliskan dengan cukup rinci.
Aku ingat di satu diskusi buku dengan salah seorang penulis cerita perjalanan, ia ditanya oleh pengunjung, ”Alangkah baiknya kalau di bukumu lebih banyak fotonya. Jadi kita bisa melihat apa yang dilihat olehmu.”
Jawab si penulis,”Mas, ketika anda membaca satu halaman itu, apakah anda terbayang akan suasananya, akan apa yang mas lihat?”. Si penanya mengiyakan. Si penulis berkata,”Nah, kalau begitu memang saya tidak usah menampilkan foto. Anda terbayang dengan membacanya. Saya ini bukan fotografer, daripada ditampilkan tidak bagus, lebih baik saya mencoba menulis dengan bagus.”
Jadi kalau melihat judulnya dengan nominal, sebenarnya buku ini benar adanya, semacam panduan jalan-jalan saja. Tapi, lebih baik selalu pastikan lagi dengan informasi terbaru sehingga bila berjalan-jalan benaran, tidak terpaku pada harga-harga yang dituliskannya. Lebih baik lagi siapkan dua kali lipat. Oh, iya, tiga juta ini nggak termasuk tiket pesawat Jakarta-Kuala Lumpur-Kolkata dan sebaliknya lho.
View all my reviews
Aleph
Aleph by Paulo Coelho
My rating: 5 of 5 stars
Aku pernah bertanya, pada Tuhan, pada kehidupan, pada angin, pada alam, pada buku-buku yang kubaca, kenapa aku harus bertemu dengan beberapa orang dalam hidupku? Kemudian timbul pertanyaan lain untukku, untuk alasan apa kamu ada di dunia, In? Dan kusambung dengan pertanyaan lain yang lebih menohok, mengapa semesta mengirimkan kamu untuk bertemu denganku?
Ada dua pilihan menghadapi hidup, bahwa hidup ini semua kebetulan, siapa yang akan bertemu kita tak terprediksi sebelumnya atau bahwa tidak ada kebetulan di dunia ini, semua adalah rahasia besar yang pasti ada maksudnya kenapa terjadi. Mungkin aku setuju pada keduanya, karena hal-hal yang semula kuanggap kebetulan itu ternyata bukan kebetulan bahkan menjadi salah satu titik di mana aku berproses.
Pertama aku tertarik membaca buku ini karena reviewnya Farah, beberapa bulan silam. Saat itu aku memilih untuk menunggu terjemahannya saja mengingat karya-karya Paulo Coelho banyak yang sudah diterjemahkan. Review Farah sangat sedih menurutku, dan menurutnya ketika ia membaca buku ini ia menjadi bisa memaafkan dan meringankan apa yang bergejolak dalam hatinya.
Lalu bulan lalu, kebetulan itu ketika sedang duduk-duduk di tepi laut, aku melihat temanku membaca buku ini, dan ternyata sepulang dari perjalanan aku melihat buku ini di sebuah toko buku di bandara. Bukan terjemahan. Mungkin ini momennya, pikirku. Bisa jadi kalau aku tak melihat temanku membacanya, aku tak akan membeli di toko itu. Mungkin ini momennya, kataku sekali lagi. Jadi kuputuskan untuk membelinya, dan langsung membacanya di pesawat.
Travel is never a matter of money, but of courage. (p.10)
Courage can attract fear and adulation, but willpower requires patience and commitments. (p.24)
My roots are ready, but I'll only manage to grow with the help of others. Not just you or J or my wife, but the people I've never met. (p.29)
De ja vu is more than just that fleeting moment of surprise, instantly forgotten because we never bother with things that make no sense. It shows that time doesn't pass. It is a leap into something that we have already experienced and that is being repeated. (p.40)
Kenapa aku harus bertemu? Itu mungkin yang harus dicari jawabannya. Mungkin juga tidak perlu, karena cepat atau lambat jawabannya itu mungkin akan dilupakan juga. Seberapa pun waktu bersamamu, ada yang berubah pada diriku sesudahnya. Mungkin itu adalah ujian yang harus dilalui. Pasti ada rahasia besar di depan yang tidak kita tahu kenapa kita harus bertemu, begitu katamu.
No one can learn to love by following a manual and no one can learn to write by following a course (p.89)
We learn in the past, but we are not the result of that. We suffered in the past, loved in the past, cried and laughed in the past, but that's of no use to the present. The present has its challenges, its good and bad side. We can neither blame nor be grateful to the past for what is happening now. Each new experience of love has nothing whatsoever to do with past experiences, it's always new. (p.124)
Life is one long training session, in preparation of what will come. Life and death lose their meaning, there are only challenges to be met with joy and overcome with tranquillity. (p.147)
Not everything in life is a long train with tickets available for all. (p.212)
Tidak semuanya yang kita rencanakan dengan baik akan berjalan dengan baik juga. Ada hal-hal yang di luar kuasa kita untuk mengubahnya, sesuatu yang akhirnya terpaksa dilepaskan. Mungkin ini satu tahapan untuk kerelaan hati.
Kadang-kadang seperti nggak percaya bahwa sesuatu yang kukenal dua puluh tahun silam kembali dengan wujud lain. Ketika serangkaian kebetulan mengikutinya kembali kau baca ulang di masa sekarang. Mungkin dulu dalam bentuk persahabatan, kemudian cinta, lalu berubah menjadi seperti seseorang dalam keluarga. Mungkin wujud yang sekarang bisa lebih direlakan karena memang tidak ada lagi yang bisa dipertahankan. Setiap kisah punya penyelesaiannya masing-masing. Dan setiap cerita selalu happy ending. Cari saja sudut pandang seperti itu, tidak selalu dari tokoh utamanya.
Is it possible to deviate from the path God has made? Yes, but it's always a mistake. Is it possible to avoid pain? Yes but you'll never learn anything. Is it possible to know something without ever having experienced it? Yes, but it will never truly be part of you. (p.263)
View all my reviews
My rating: 5 of 5 stars
Aku pernah bertanya, pada Tuhan, pada kehidupan, pada angin, pada alam, pada buku-buku yang kubaca, kenapa aku harus bertemu dengan beberapa orang dalam hidupku? Kemudian timbul pertanyaan lain untukku, untuk alasan apa kamu ada di dunia, In? Dan kusambung dengan pertanyaan lain yang lebih menohok, mengapa semesta mengirimkan kamu untuk bertemu denganku?
Ada dua pilihan menghadapi hidup, bahwa hidup ini semua kebetulan, siapa yang akan bertemu kita tak terprediksi sebelumnya atau bahwa tidak ada kebetulan di dunia ini, semua adalah rahasia besar yang pasti ada maksudnya kenapa terjadi. Mungkin aku setuju pada keduanya, karena hal-hal yang semula kuanggap kebetulan itu ternyata bukan kebetulan bahkan menjadi salah satu titik di mana aku berproses.
Pertama aku tertarik membaca buku ini karena reviewnya Farah, beberapa bulan silam. Saat itu aku memilih untuk menunggu terjemahannya saja mengingat karya-karya Paulo Coelho banyak yang sudah diterjemahkan. Review Farah sangat sedih menurutku, dan menurutnya ketika ia membaca buku ini ia menjadi bisa memaafkan dan meringankan apa yang bergejolak dalam hatinya.
Lalu bulan lalu, kebetulan itu ketika sedang duduk-duduk di tepi laut, aku melihat temanku membaca buku ini, dan ternyata sepulang dari perjalanan aku melihat buku ini di sebuah toko buku di bandara. Bukan terjemahan. Mungkin ini momennya, pikirku. Bisa jadi kalau aku tak melihat temanku membacanya, aku tak akan membeli di toko itu. Mungkin ini momennya, kataku sekali lagi. Jadi kuputuskan untuk membelinya, dan langsung membacanya di pesawat.
Travel is never a matter of money, but of courage. (p.10)
Courage can attract fear and adulation, but willpower requires patience and commitments. (p.24)
My roots are ready, but I'll only manage to grow with the help of others. Not just you or J or my wife, but the people I've never met. (p.29)
De ja vu is more than just that fleeting moment of surprise, instantly forgotten because we never bother with things that make no sense. It shows that time doesn't pass. It is a leap into something that we have already experienced and that is being repeated. (p.40)
Kenapa aku harus bertemu? Itu mungkin yang harus dicari jawabannya. Mungkin juga tidak perlu, karena cepat atau lambat jawabannya itu mungkin akan dilupakan juga. Seberapa pun waktu bersamamu, ada yang berubah pada diriku sesudahnya. Mungkin itu adalah ujian yang harus dilalui. Pasti ada rahasia besar di depan yang tidak kita tahu kenapa kita harus bertemu, begitu katamu.
No one can learn to love by following a manual and no one can learn to write by following a course (p.89)
We learn in the past, but we are not the result of that. We suffered in the past, loved in the past, cried and laughed in the past, but that's of no use to the present. The present has its challenges, its good and bad side. We can neither blame nor be grateful to the past for what is happening now. Each new experience of love has nothing whatsoever to do with past experiences, it's always new. (p.124)
Life is one long training session, in preparation of what will come. Life and death lose their meaning, there are only challenges to be met with joy and overcome with tranquillity. (p.147)
Not everything in life is a long train with tickets available for all. (p.212)
Tidak semuanya yang kita rencanakan dengan baik akan berjalan dengan baik juga. Ada hal-hal yang di luar kuasa kita untuk mengubahnya, sesuatu yang akhirnya terpaksa dilepaskan. Mungkin ini satu tahapan untuk kerelaan hati.
Kadang-kadang seperti nggak percaya bahwa sesuatu yang kukenal dua puluh tahun silam kembali dengan wujud lain. Ketika serangkaian kebetulan mengikutinya kembali kau baca ulang di masa sekarang. Mungkin dulu dalam bentuk persahabatan, kemudian cinta, lalu berubah menjadi seperti seseorang dalam keluarga. Mungkin wujud yang sekarang bisa lebih direlakan karena memang tidak ada lagi yang bisa dipertahankan. Setiap kisah punya penyelesaiannya masing-masing. Dan setiap cerita selalu happy ending. Cari saja sudut pandang seperti itu, tidak selalu dari tokoh utamanya.
Is it possible to deviate from the path God has made? Yes, but it's always a mistake. Is it possible to avoid pain? Yes but you'll never learn anything. Is it possible to know something without ever having experienced it? Yes, but it will never truly be part of you. (p.263)
View all my reviews
The Adventures of Tintin, Vol. 7: The Castafiore Emerald / Flight 714 / Tintin and the Picaros
The Adventures of Tintin, Vol. 7: The Castafiore Emerald / Flight 714 / Tintin and the Picaros by Hergé
My rating: 5 of 5 stars
Di bundel ini, Flight 714 penerbangan ke Sydney, adalah salah satu favoritku di serial Tintin. Sewaktu kecil aku belum pernah membaca judul yang ini dan alangkah senangnya ketika melihat latar di halaman pertama adalah Djakarta! Wow! Bangga juga punya negara yang masuk ke buku Tintin.
Dan untunglah aku membaca dalam bahasa Inggrisnya sehingga ketika sampai pada dialek berbahasa Indonesia, lha kok.. Rupanya Mr. Herge memasukkan bebarapa percakapan lokal di sini ketika pesawat ini dibajak dan mendarat darurat di suatu wilayah yang kukira adalah Flores. Soalnya, di gambarnya ada binatang Komodo yang Indonesia punya itu lho.. (eh, mungkin juga di pulau Komodo) Pertemuan Tintin dan musuh bebuyutannya Rastapopulous yang dengan liciknya berebutan harta karun dan trik-trik pintu rahasia, banyak mengundang tawa. Seperti biasa Tintin selamat dengan cara yang ajaib dan beruntung. Petualangan Tintin selalu membuatku ingin berkelana melihat negeri-negeri yang ia jelajahi.
View all my reviews
My rating: 5 of 5 stars
Di bundel ini, Flight 714 penerbangan ke Sydney, adalah salah satu favoritku di serial Tintin. Sewaktu kecil aku belum pernah membaca judul yang ini dan alangkah senangnya ketika melihat latar di halaman pertama adalah Djakarta! Wow! Bangga juga punya negara yang masuk ke buku Tintin.
Dan untunglah aku membaca dalam bahasa Inggrisnya sehingga ketika sampai pada dialek berbahasa Indonesia, lha kok.. Rupanya Mr. Herge memasukkan bebarapa percakapan lokal di sini ketika pesawat ini dibajak dan mendarat darurat di suatu wilayah yang kukira adalah Flores. Soalnya, di gambarnya ada binatang Komodo yang Indonesia punya itu lho.. (eh, mungkin juga di pulau Komodo) Pertemuan Tintin dan musuh bebuyutannya Rastapopulous yang dengan liciknya berebutan harta karun dan trik-trik pintu rahasia, banyak mengundang tawa. Seperti biasa Tintin selamat dengan cara yang ajaib dan beruntung. Petualangan Tintin selalu membuatku ingin berkelana melihat negeri-negeri yang ia jelajahi.
View all my reviews
The Namesake
The Namesake by Jhumpa Lahiri
My rating: 4 of 5 stars
Menghembuskan nafas ketika selesai membaca buku ini, “ What a life.”
Kehidupan memang tak bisa disangka-sangka bagaimana awal dan bagaimana akhirnya. Semua ending adalah happy ending. Entah buat yang hidup bahagia selamanya, entah buat yang patah hati dan membebaskan jiwanya. Yang jelas, kebahagiaan itu pilihan. Kamu bisa memilih untuk bahagia di tengah keterpurukan atau menderita di tengah kegemilangan. Pikiranmu yang berjalan. Hatimu yang berbicara.
View all my reviews
My rating: 4 of 5 stars
Menghembuskan nafas ketika selesai membaca buku ini, “ What a life.”
Kehidupan memang tak bisa disangka-sangka bagaimana awal dan bagaimana akhirnya. Semua ending adalah happy ending. Entah buat yang hidup bahagia selamanya, entah buat yang patah hati dan membebaskan jiwanya. Yang jelas, kebahagiaan itu pilihan. Kamu bisa memilih untuk bahagia di tengah keterpurukan atau menderita di tengah kegemilangan. Pikiranmu yang berjalan. Hatimu yang berbicara.
View all my reviews
Lalita
Lalita by Ayu Utami
My rating: 3 of 5 stars
Sejujurnya, buku Lalita ini adalah buku Ayu Utami yang paling ruwet buat aku. Sepertinya aku harus baca ulang kalau punya waktu. Sejak pertama baca Ayu Utami aku sudah suka dengan cara menulisnya. Walau banyak yang bilang tulisannya agak vulgar, yah. Tapi menurutku sih biasa-biasa saja. Nggak sampai menimbulkan getar-getar yang gimana gitu. Ada sih, penulis perempuan yang juga menulis lebih vulgar dari Ayu Utami.
Yang aku suka dari seri Bilangan Fu ini adalah bahasan heritagenya. Sejak aku baca Bilangan Fu dan jatuh cinta dengan Parang Jati, aku senang karena Ayu selalu memasukkan sejarah, sedikit ilmu kejawaan, yang aku sendiri sebagai orang Jawa belum pernah tahu. Walaupun bukan untuk diamalkan, tapi simbol-simbol dan analisisnya menarik untuk diikuti. Mengingatkan bahwa bangsa ini punya sejarah yang demikian kaya untuk dieksplorasi dan ditelaah sebenarnya bukan hanya di tangan seorang penulis sastra. Di buku kedua seri ini, Manjali Cakrabirawa, juga menceritakan tentang kisah Ratna Manjali anak Calon Arang dan lambang Bhairawa Cakra, juga tentang candi-candi di kawasan Jawa.
Kisah Lalita ini membungkus kisah lainnya yang membungkus kisah intinya juga. Cara penceritaan ini menarik. Dari luar ke dalam. Dari Arupadhatu, Rupadhatu, sampai Kamadhatu. Ini memang kisah tentang Borobudur, di negeri pada masa penduduknya tidak terlalu menghargai kebudayaan. Tentang bagan mandala yang menjadi pusat dunia. Tentang Buddha Gautama.
Bagian yang membuat aku ruwet adalah bahasan Drakula, Sigmund Freud, Ansel, dan Carl Gustav Jung. Entah bagaimana, aku yang memang nggak ngerti filsafat ini (selain dijelaskan oleh Jostein Gaarder), nggak kunjung mengerti mengenai bahasan psikoanalisa ini. Apabila ada banyak yang memuji buku ini karena bahasan Freudnya, nah, itu hak mereka. Kecakapan dan ilmu yang dipelajari tentang ini memang mempengaruhi penilaian seseorang. Baru bisa paham lagi ketika kakek Ansel tiba di Borobudur dan membahas lagi tentang mandala.
Pada bagian-bagian akhir ketika ada bahasan tentang culture dan heritagenya lagi tentang Borobudur yang bisa membuatku melanjut oleh Marja Manjali dan kecerdasannya untuk menganalisis. Perempuan yang belajar interior ini menjelaskan budaya dengan bahasa sederhana dan mudah dimengerti. Ah, iya Marja. Di dalam desain selalu diajarkan sejarah.sebelum melangkah selanjutnya. Kalau cuma minimalis saja atau gaya sekarang saja, desainnya tidak akan kaya, cuma kosong korban ikut-ikutan. Baru juga aku mengerti bahwa ceritanya memang sengaja dituliskan seperti buah bawang, berlapis-lapis dari luar ke dalam.
Yang paling aku suka, sampulnya yang dilukis sendiri oleh Ayu Utami. Di Cerita Cinta Enrico aku baru tahu bahwa selain menulis, Ayu juga suka melukis. Suka juga karena aku mendapat mouse pad cantik sebagai hadiah pre order.
View all my reviews
My rating: 3 of 5 stars
Sejujurnya, buku Lalita ini adalah buku Ayu Utami yang paling ruwet buat aku. Sepertinya aku harus baca ulang kalau punya waktu. Sejak pertama baca Ayu Utami aku sudah suka dengan cara menulisnya. Walau banyak yang bilang tulisannya agak vulgar, yah. Tapi menurutku sih biasa-biasa saja. Nggak sampai menimbulkan getar-getar yang gimana gitu. Ada sih, penulis perempuan yang juga menulis lebih vulgar dari Ayu Utami.
Yang aku suka dari seri Bilangan Fu ini adalah bahasan heritagenya. Sejak aku baca Bilangan Fu dan jatuh cinta dengan Parang Jati, aku senang karena Ayu selalu memasukkan sejarah, sedikit ilmu kejawaan, yang aku sendiri sebagai orang Jawa belum pernah tahu. Walaupun bukan untuk diamalkan, tapi simbol-simbol dan analisisnya menarik untuk diikuti. Mengingatkan bahwa bangsa ini punya sejarah yang demikian kaya untuk dieksplorasi dan ditelaah sebenarnya bukan hanya di tangan seorang penulis sastra. Di buku kedua seri ini, Manjali Cakrabirawa, juga menceritakan tentang kisah Ratna Manjali anak Calon Arang dan lambang Bhairawa Cakra, juga tentang candi-candi di kawasan Jawa.
Kisah Lalita ini membungkus kisah lainnya yang membungkus kisah intinya juga. Cara penceritaan ini menarik. Dari luar ke dalam. Dari Arupadhatu, Rupadhatu, sampai Kamadhatu. Ini memang kisah tentang Borobudur, di negeri pada masa penduduknya tidak terlalu menghargai kebudayaan. Tentang bagan mandala yang menjadi pusat dunia. Tentang Buddha Gautama.
Bagian yang membuat aku ruwet adalah bahasan Drakula, Sigmund Freud, Ansel, dan Carl Gustav Jung. Entah bagaimana, aku yang memang nggak ngerti filsafat ini (selain dijelaskan oleh Jostein Gaarder), nggak kunjung mengerti mengenai bahasan psikoanalisa ini. Apabila ada banyak yang memuji buku ini karena bahasan Freudnya, nah, itu hak mereka. Kecakapan dan ilmu yang dipelajari tentang ini memang mempengaruhi penilaian seseorang. Baru bisa paham lagi ketika kakek Ansel tiba di Borobudur dan membahas lagi tentang mandala.
Pada bagian-bagian akhir ketika ada bahasan tentang culture dan heritagenya lagi tentang Borobudur yang bisa membuatku melanjut oleh Marja Manjali dan kecerdasannya untuk menganalisis. Perempuan yang belajar interior ini menjelaskan budaya dengan bahasa sederhana dan mudah dimengerti. Ah, iya Marja. Di dalam desain selalu diajarkan sejarah.sebelum melangkah selanjutnya. Kalau cuma minimalis saja atau gaya sekarang saja, desainnya tidak akan kaya, cuma kosong korban ikut-ikutan. Baru juga aku mengerti bahwa ceritanya memang sengaja dituliskan seperti buah bawang, berlapis-lapis dari luar ke dalam.
Yang paling aku suka, sampulnya yang dilukis sendiri oleh Ayu Utami. Di Cerita Cinta Enrico aku baru tahu bahwa selain menulis, Ayu juga suka melukis. Suka juga karena aku mendapat mouse pad cantik sebagai hadiah pre order.
View all my reviews
Selasa, 02 Oktober 2012
Hujan dan Teduh
Hujan dan Teduh by Wulan Dewatra
My rating: 2 of 5 stars
Betul. Ada dua cerita di sini. Cerita tentang Bintang masa SMA dan Bintang masa kuliah, yang dibaurkan dalam cerita yang dituliskan berangkai, seolah bolak balik, atau cerita yang susul menyusul. Seperti rel yang sejajar yang dikira bersama, tapi ternyata yg satu berada jauh di belakang. Agak mengagetkan karena Bintang ini namanya sama dengan si kecilku dan Kaila ini sama dengan nama sepupunya yang setiap weekend main bersama. Kebetulan, ya?
Nama tokohnya Bintang dan Kaila. Mereka teman sebangku SMA, bermain bersama, kemudian menyadari menyukai satu sama lain, dan akhirnya hubungan mereka terhenti karena ketahuan teman-teman sekelas.
***
Nama tokohnya Bintang dan Noval. Mereka saling jatuh cinta ketika masa kuliah, kemudian menjalani hari-hari bersama yang penuh gairah, sampai akhirnya mereka berpisah karena Noval yang terlalu mengekang Bintang.
Bukan, bukan alurnya yang akan aku komentari. Cara penceritaan kan bermacam-macam, bisa maju mundur, bisa mundur terus, bisa maju terus, bisa ala sms, bisa via email, bahkan curhatan twitterpun bisa dijadikan buku. Mestinya sih nggak bermasalah.
Cuma kalau alurnya udah unik begitu, sayang paragraf-paragrafnya dalam scene yg sama banyak yang 'kentang', seperti gak dapat eksekusi yang lebih mulus lagi. Kesannya jadi FTV banget, atau film Indonesia yang banyak beredar kini tentang anak muda, banyak scene yg 'kentang'.
*ditulis gak ya contohnyaa..*
Tokoh Bintang ini emang datar banget, pasrah banget mau diapain juga sama pacarnya. Satu-satunya kelebihannya adalah dia sebenarnya soliter, yang bisa saja melakukan apa-apa sendiri tanpa pacarnya, dan bisa cuek dan move on sesudahnya, tapi dia tetap penyendiri. Tapi dibandingkan soliternya Zarah Amala, ya bisa dibilang si Bintang ini biasa-biasa aja. Dan tokoh-tokoh lain juga nggak diceritakan dengan serius, siapa itu Noval juga nggak tahu selain kakak kelas Bintang, terus pacaran sama Bintang. Adegan lempar tanahnya juga kentang banget. Dilempar, trus udah. Apalagi tentang Dewa yang muncul satu dua bak figuran. (deuu, padahal biasanya yang namanya Dewa itu ganteng loh, dan pantes dicemburuin). Memang sempat diceritakan sedikit soal Daniel (banyak banget orang namanya ini, yah), aku pikir bakal dapat lebih banyak ketika diceritakan soal mengangkat jamur dari truk, tapi ternyata segitu aja. Adegan Daniel ciuman sama Bintang juga nggak ada ujung pangkalnya juga, gak jelas time waktunya juga di sebelah mananya pestanya si Bintang (tapi aku sih ngerti kenapa Daniel nyium Bintang >ada alasannya ^_^)
Mungkin si penulis terikat dengan aturan lomba harus berapa halaman dan harus happy ending (info ini aku dapat dari seorang peserta yang nggak menang tetapi tetap diterbitkan jadi buku ~ setelah diedit-edit jadi cukup bagus) sehingga kesulitan untuk menjelajah, eh, mengeksplor tokoh-tokohnya lebih jauh. Peran ibunya Bintang yang single parent juga digambarkan cukup pas munculnya, gak kebanyakan, dan gak kekurangan. Kait-kaitan cerita masa lalu dan masa kini juga beberapa cocok, seperti tentang alasan Bintang bisa bermain gitar, atau saat perpisahannya dengan Kaila.
Aku nggak tahu ini buku ke berapanya Wulan, jadi nggak bisa membandingkan dengan karya-karyanya yang lain sih. Apalagi buku segenre yang aku baca cuma karya Winna Efendi, juri lomba ini (ohiya, sama karya Windry Ramadhina). Kalau aku sih suka banget sama karyanya Winna, yang juga suka menulis dengan alur yang berbeda-beda (favoritku masih Ai). Kalau pun ini karya pertama Wulan, as a start, oke laah.
catatan akhir, 'kentang' itu istilah akronim untuk 'kena tanggung' untuk menunjukkan sesuatu yang 'eh, lha, kok udah?' kemungkinan muncul sebelum istilah 'unyu' apalagi 'kowawa.. \\(^_^)//'
sebagai makanan sih, aku suka banget sama kentang mau diapa-apain juga.
View all my reviews
My rating: 2 of 5 stars
Betul. Ada dua cerita di sini. Cerita tentang Bintang masa SMA dan Bintang masa kuliah, yang dibaurkan dalam cerita yang dituliskan berangkai, seolah bolak balik, atau cerita yang susul menyusul. Seperti rel yang sejajar yang dikira bersama, tapi ternyata yg satu berada jauh di belakang. Agak mengagetkan karena Bintang ini namanya sama dengan si kecilku dan Kaila ini sama dengan nama sepupunya yang setiap weekend main bersama. Kebetulan, ya?
Nama tokohnya Bintang dan Kaila. Mereka teman sebangku SMA, bermain bersama, kemudian menyadari menyukai satu sama lain, dan akhirnya hubungan mereka terhenti karena ketahuan teman-teman sekelas.
***
Nama tokohnya Bintang dan Noval. Mereka saling jatuh cinta ketika masa kuliah, kemudian menjalani hari-hari bersama yang penuh gairah, sampai akhirnya mereka berpisah karena Noval yang terlalu mengekang Bintang.
Bukan, bukan alurnya yang akan aku komentari. Cara penceritaan kan bermacam-macam, bisa maju mundur, bisa mundur terus, bisa maju terus, bisa ala sms, bisa via email, bahkan curhatan twitterpun bisa dijadikan buku. Mestinya sih nggak bermasalah.
Cuma kalau alurnya udah unik begitu, sayang paragraf-paragrafnya dalam scene yg sama banyak yang 'kentang', seperti gak dapat eksekusi yang lebih mulus lagi. Kesannya jadi FTV banget, atau film Indonesia yang banyak beredar kini tentang anak muda, banyak scene yg 'kentang'.
*ditulis gak ya contohnyaa..*
Tokoh Bintang ini emang datar banget, pasrah banget mau diapain juga sama pacarnya. Satu-satunya kelebihannya adalah dia sebenarnya soliter, yang bisa saja melakukan apa-apa sendiri tanpa pacarnya, dan bisa cuek dan move on sesudahnya, tapi dia tetap penyendiri. Tapi dibandingkan soliternya Zarah Amala, ya bisa dibilang si Bintang ini biasa-biasa aja. Dan tokoh-tokoh lain juga nggak diceritakan dengan serius, siapa itu Noval juga nggak tahu selain kakak kelas Bintang, terus pacaran sama Bintang. Adegan lempar tanahnya juga kentang banget. Dilempar, trus udah. Apalagi tentang Dewa yang muncul satu dua bak figuran. (deuu, padahal biasanya yang namanya Dewa itu ganteng loh, dan pantes dicemburuin). Memang sempat diceritakan sedikit soal Daniel (banyak banget orang namanya ini, yah), aku pikir bakal dapat lebih banyak ketika diceritakan soal mengangkat jamur dari truk, tapi ternyata segitu aja. Adegan Daniel ciuman sama Bintang juga nggak ada ujung pangkalnya juga, gak jelas time waktunya juga di sebelah mananya pestanya si Bintang (tapi aku sih ngerti kenapa Daniel nyium Bintang >ada alasannya ^_^)
Mungkin si penulis terikat dengan aturan lomba harus berapa halaman dan harus happy ending (info ini aku dapat dari seorang peserta yang nggak menang tetapi tetap diterbitkan jadi buku ~ setelah diedit-edit jadi cukup bagus) sehingga kesulitan untuk menjelajah, eh, mengeksplor tokoh-tokohnya lebih jauh. Peran ibunya Bintang yang single parent juga digambarkan cukup pas munculnya, gak kebanyakan, dan gak kekurangan. Kait-kaitan cerita masa lalu dan masa kini juga beberapa cocok, seperti tentang alasan Bintang bisa bermain gitar, atau saat perpisahannya dengan Kaila.
Aku nggak tahu ini buku ke berapanya Wulan, jadi nggak bisa membandingkan dengan karya-karyanya yang lain sih. Apalagi buku segenre yang aku baca cuma karya Winna Efendi, juri lomba ini (ohiya, sama karya Windry Ramadhina). Kalau aku sih suka banget sama karyanya Winna, yang juga suka menulis dengan alur yang berbeda-beda (favoritku masih Ai). Kalau pun ini karya pertama Wulan, as a start, oke laah.
catatan akhir, 'kentang' itu istilah akronim untuk 'kena tanggung' untuk menunjukkan sesuatu yang 'eh, lha, kok udah?' kemungkinan muncul sebelum istilah 'unyu' apalagi 'kowawa.. \\(^_^)//'
sebagai makanan sih, aku suka banget sama kentang mau diapa-apain juga.
View all my reviews
Winter Dreams
Winter Dreams by Maggie Tiojakin
My rating: 5 of 5 stars
129. Most truth are not worthy of the lies we create to conceal them; for it is in the absence of lies that the truth almost always become irrelevant, unimportant.
Siapa punya impian Amerika? Setiap orang yang pergi ke Amerika selalu punya angan-angan untuk meraih keberhasilan di negeri ini. Tak sedikit di antara mereka juga yang merupakan pelarian dari negerinya yang kebetulan sedang kacau, atau juga pergi dari masalah-masalahnya sendiri. Karena itu kedutaan Amerika menjadi sensitif, mengingat negerinya adalah impian seluruh dunia untuk bertinggal di situ, yang mau tidak tahu bahwa negara ini juga yang menjungkirbalikkan perekonomian dunia. Untuk mendapatkan visa Amerika saja seseorang harus melalui serangkaian wawancara (yang belum tentu berhasil) dan akan lebih mudah apabila paspormu sudah bercap berbagai negara. Wow, Amerika sebagai negara saja seperti tahapan tertinggi untuk pencapaian kunjungan. Glam-nya Vegas, calm-nya New York, pride-nya Washington, georgeous-nya Chicago, naughty-nya Los Angeles, seolah menjadi daya pikat untuk mendatangkan uang untuk penduduk negara dunia ketiga, juga menjadi warga dunia yang 'gaul' ketika berkata mereka bertinggal di negara adidaya itu.
141. Life has a strange sense of humour, and sometimes God makes up for it by working in mysterious ways.
Sahabatku di kantor yang lama mendapat kesempatan untuk tinggal di Seattle, Amerika untuk mengikuti istrinya yang mendapat tugas di sana. Awalnya terasa berat untuknya namun setelah ia mendapatkan pekerjaan, ditambah dengan kecakapannya berbahasa, ia memutuskan untuk tinggal di Amerika. Kedua anaknya lahir di sana, di foto-foto mereka terlihat begitu bahagia. Beberapa kali atasanku yang sering ke Kanada bertemu dengan pasangan ini. Pernah dalam satu kesempatannya pulang ke Indonesia, ia berkata, "Kayaknya lebih enak tinggal di sana, In. Lebih teratur, lebih rapi, mau membesarkan anak-anak juga enak, pendidikan bagus." Wha, berarti ada kemungkinan ia nggak pindah lagi ke Indonesia. Sebenarnya tidak terlalu mengejutkan, mengingat ia dan istrinya memiliki saudara kandung yang tinggal di negara-negara lain juga. Jadi terpisah dengan keluarga besar ribuan kilometer sudah biasa baginya.
172. Sebagai warga ilegal, aku termasuk dalam kategori buronan. Aku sedang berlari bahkan saat aku duduk. Aku sedang berlari saat aku tidur. Aku lelah berlari terus. Aku tidak tahu hendak ke mana.
Tidak semua orang berhasil di Amerika. Salah satu mantan atasanku, senior arsitek berkewarganegaraan Filipina (the handsome one), yang sudah menjelajah berbagai negara untuk bekerja, memilih Amerika sebagai salah satu goal sesudah Singapura, Jepang, Hongkong, mendapati bahwa Amerika tak semudah bayangannya semula sebagai seorang profesional. Mula-mula ia bekerja pada sebuah konsultan kenamaan yang memukulnya mundur pada krisis ekonomi tahun 2008 lalu (dan hoi, sampai sekarang Amerika masih krisis dengan utang membengkak gara-gara membiayai perang).
“When America crisis, I got fired from the company I worked, then I listed 100 consultant or contractor company, and I applied all of them, but no vacancies, no project, no job. They are bankrupt.” Kemudian akhirnya ia beralih ke kenalan-kenalannya di Asia, yang ternyata membawanya ke Indonesia kembali. “One thing that I don't like America is during winter. It was very cold. I had to walk from my house to bus station within hard wind everyday to my office.” Sekian lama tidak mendapatkan pekerjaan, akhirnya ia menyerah dengan Amerika, lewat koneksinya sewaktu tinggal di Indonesia, ia dipercaya untuk menangani sebuah proyek mal di Jakarta. Ia berangkat ke Asia.
Apakah ia menyesal? Sepertinya tidak. Sebelum ia kembali ke Filipina untuk mengelola perkebunannya (ya, ia memutuskan untuk pensiun jadi arsitek dan menjadi tuan tanah saja), ia bercerita bahwa anak pertamanya (yang juga bercita-cita menjadi arsitek) akan kuliah di Amerika dan mencari pekerjaan di sana. He is encourage his kid to challenge America.
187. Entahlah, aku tak tahu jawabnya. Menurutku tidak ada yang murni dari diri manusia. Saat orang membicarakan jiwa yang murni, aku tidak tahu apa maksudnya. Apa itu mengacu pada seseorang yang tidak berdosa atau seseorang yang berniat baik? Semua orang berdosa. Niat baik itu relatif. Aku tidak tahu. Di mana satu batas berakhir dan batas lain dimulai. Tidak ada yang murni.
Nicky F. Rompa, tokoh di buku ini, melarikan diri dari Indonesia, tanpa satu pun impiannya tentang Amerika. Ia tinggal dengan sepupunya, pacarnya, kemudian tinggal sendiri menjaga toko, lalu mendapatkan tantangan menjadi supir limosin, kemudian hidupnya terus bergulir..
Jika dilihat dari fragmen hidup Nicky, tak ada yang istimewa dengan yang dijalaninya. Namun hebatnya Maggie dengan buku ini, ia menceritakan hal-hal yang dialami Nicky dengan detail. Tempat-tempat, suasana yang dilalui, gelisahnya mengisap kokain, gerahnya mengenakan seragam supir, kendaraan-kendaraan yang dinaiki, seolah aku berada di sebelah Nicky untuk melihat apa yang ia lakukan, apa yang ia rasa, mendengarkan gelisahnya, ketakutannya, keriaannya, gairah dan debarannya.
Nicky yang mengawali kehidupan Amerika-nya dengan hura-hura ala anak muda, sebelum satu kejadian membuatnya harus bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Nicky yang terperangkap pada cinta yang tidak bisa ia miliki (tapi ia harus saksikan).Ia tidak memiliki impian apa pun ketika tiba di Amerika, sampai pada satu titik ia menulis. Di situlah ada orang yang membesarkan hatinya untuk terus menulis apa yang ada di pikirannya, dan berbesar hati akan tanggapan orang. Ia belajar berani untuk mengambil langkah yang ditempuhnya, apakah melanjutkan hidup yang biasa-biasa aja, atau mencoba mencari impian di negeri yang ia tak berhak juga berada di situ.
128. Penulis fiksi tidak bisa menyimpan rahasia. Untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, seorang penulis harus bisa membuka dirinya - seluas dan sedalam mungkin - untuk dicela, dicemooh dan dilihat orang. Ini resiko profesi. Fiksi adalah bentuk tulisan paling jujur yang akan pernah kau temui. Imajinasi adalah manifestasi pikiran, iman, serta ketakutan. Tiga hal yang membentuk pribadi manusia. Tanpa imajinasi, kita - penulis - tidak punya apa-apa.
Hidup kita, hidup Nicky. Di sini, di sana. Sama saja. Cuma keberanian dan impian kita yang akan menentukan ke mana hidup akan berjalan. Sedikit keberuntungan, selain itu ada kerja keras.
"Now follow your gut and try to keep up with the game!"
View all my reviews
My rating: 5 of 5 stars
129. Most truth are not worthy of the lies we create to conceal them; for it is in the absence of lies that the truth almost always become irrelevant, unimportant.
Siapa punya impian Amerika? Setiap orang yang pergi ke Amerika selalu punya angan-angan untuk meraih keberhasilan di negeri ini. Tak sedikit di antara mereka juga yang merupakan pelarian dari negerinya yang kebetulan sedang kacau, atau juga pergi dari masalah-masalahnya sendiri. Karena itu kedutaan Amerika menjadi sensitif, mengingat negerinya adalah impian seluruh dunia untuk bertinggal di situ, yang mau tidak tahu bahwa negara ini juga yang menjungkirbalikkan perekonomian dunia. Untuk mendapatkan visa Amerika saja seseorang harus melalui serangkaian wawancara (yang belum tentu berhasil) dan akan lebih mudah apabila paspormu sudah bercap berbagai negara. Wow, Amerika sebagai negara saja seperti tahapan tertinggi untuk pencapaian kunjungan. Glam-nya Vegas, calm-nya New York, pride-nya Washington, georgeous-nya Chicago, naughty-nya Los Angeles, seolah menjadi daya pikat untuk mendatangkan uang untuk penduduk negara dunia ketiga, juga menjadi warga dunia yang 'gaul' ketika berkata mereka bertinggal di negara adidaya itu.
141. Life has a strange sense of humour, and sometimes God makes up for it by working in mysterious ways.
Sahabatku di kantor yang lama mendapat kesempatan untuk tinggal di Seattle, Amerika untuk mengikuti istrinya yang mendapat tugas di sana. Awalnya terasa berat untuknya namun setelah ia mendapatkan pekerjaan, ditambah dengan kecakapannya berbahasa, ia memutuskan untuk tinggal di Amerika. Kedua anaknya lahir di sana, di foto-foto mereka terlihat begitu bahagia. Beberapa kali atasanku yang sering ke Kanada bertemu dengan pasangan ini. Pernah dalam satu kesempatannya pulang ke Indonesia, ia berkata, "Kayaknya lebih enak tinggal di sana, In. Lebih teratur, lebih rapi, mau membesarkan anak-anak juga enak, pendidikan bagus." Wha, berarti ada kemungkinan ia nggak pindah lagi ke Indonesia. Sebenarnya tidak terlalu mengejutkan, mengingat ia dan istrinya memiliki saudara kandung yang tinggal di negara-negara lain juga. Jadi terpisah dengan keluarga besar ribuan kilometer sudah biasa baginya.
172. Sebagai warga ilegal, aku termasuk dalam kategori buronan. Aku sedang berlari bahkan saat aku duduk. Aku sedang berlari saat aku tidur. Aku lelah berlari terus. Aku tidak tahu hendak ke mana.
Tidak semua orang berhasil di Amerika. Salah satu mantan atasanku, senior arsitek berkewarganegaraan Filipina (the handsome one), yang sudah menjelajah berbagai negara untuk bekerja, memilih Amerika sebagai salah satu goal sesudah Singapura, Jepang, Hongkong, mendapati bahwa Amerika tak semudah bayangannya semula sebagai seorang profesional. Mula-mula ia bekerja pada sebuah konsultan kenamaan yang memukulnya mundur pada krisis ekonomi tahun 2008 lalu (dan hoi, sampai sekarang Amerika masih krisis dengan utang membengkak gara-gara membiayai perang).
“When America crisis, I got fired from the company I worked, then I listed 100 consultant or contractor company, and I applied all of them, but no vacancies, no project, no job. They are bankrupt.” Kemudian akhirnya ia beralih ke kenalan-kenalannya di Asia, yang ternyata membawanya ke Indonesia kembali. “One thing that I don't like America is during winter. It was very cold. I had to walk from my house to bus station within hard wind everyday to my office.” Sekian lama tidak mendapatkan pekerjaan, akhirnya ia menyerah dengan Amerika, lewat koneksinya sewaktu tinggal di Indonesia, ia dipercaya untuk menangani sebuah proyek mal di Jakarta. Ia berangkat ke Asia.
Apakah ia menyesal? Sepertinya tidak. Sebelum ia kembali ke Filipina untuk mengelola perkebunannya (ya, ia memutuskan untuk pensiun jadi arsitek dan menjadi tuan tanah saja), ia bercerita bahwa anak pertamanya (yang juga bercita-cita menjadi arsitek) akan kuliah di Amerika dan mencari pekerjaan di sana. He is encourage his kid to challenge America.
187. Entahlah, aku tak tahu jawabnya. Menurutku tidak ada yang murni dari diri manusia. Saat orang membicarakan jiwa yang murni, aku tidak tahu apa maksudnya. Apa itu mengacu pada seseorang yang tidak berdosa atau seseorang yang berniat baik? Semua orang berdosa. Niat baik itu relatif. Aku tidak tahu. Di mana satu batas berakhir dan batas lain dimulai. Tidak ada yang murni.
Nicky F. Rompa, tokoh di buku ini, melarikan diri dari Indonesia, tanpa satu pun impiannya tentang Amerika. Ia tinggal dengan sepupunya, pacarnya, kemudian tinggal sendiri menjaga toko, lalu mendapatkan tantangan menjadi supir limosin, kemudian hidupnya terus bergulir..
Jika dilihat dari fragmen hidup Nicky, tak ada yang istimewa dengan yang dijalaninya. Namun hebatnya Maggie dengan buku ini, ia menceritakan hal-hal yang dialami Nicky dengan detail. Tempat-tempat, suasana yang dilalui, gelisahnya mengisap kokain, gerahnya mengenakan seragam supir, kendaraan-kendaraan yang dinaiki, seolah aku berada di sebelah Nicky untuk melihat apa yang ia lakukan, apa yang ia rasa, mendengarkan gelisahnya, ketakutannya, keriaannya, gairah dan debarannya.
Nicky yang mengawali kehidupan Amerika-nya dengan hura-hura ala anak muda, sebelum satu kejadian membuatnya harus bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Nicky yang terperangkap pada cinta yang tidak bisa ia miliki (tapi ia harus saksikan).Ia tidak memiliki impian apa pun ketika tiba di Amerika, sampai pada satu titik ia menulis. Di situlah ada orang yang membesarkan hatinya untuk terus menulis apa yang ada di pikirannya, dan berbesar hati akan tanggapan orang. Ia belajar berani untuk mengambil langkah yang ditempuhnya, apakah melanjutkan hidup yang biasa-biasa aja, atau mencoba mencari impian di negeri yang ia tak berhak juga berada di situ.
128. Penulis fiksi tidak bisa menyimpan rahasia. Untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, seorang penulis harus bisa membuka dirinya - seluas dan sedalam mungkin - untuk dicela, dicemooh dan dilihat orang. Ini resiko profesi. Fiksi adalah bentuk tulisan paling jujur yang akan pernah kau temui. Imajinasi adalah manifestasi pikiran, iman, serta ketakutan. Tiga hal yang membentuk pribadi manusia. Tanpa imajinasi, kita - penulis - tidak punya apa-apa.
Hidup kita, hidup Nicky. Di sini, di sana. Sama saja. Cuma keberanian dan impian kita yang akan menentukan ke mana hidup akan berjalan. Sedikit keberuntungan, selain itu ada kerja keras.
"Now follow your gut and try to keep up with the game!"
View all my reviews
One Day
One Day by David Nicholls
My rating: 3 of 5 stars
Dexter Mayhew is a totally jerk.
Because he's a playboy. Because he's a drunker. Because he forget to responsible to every love he spread in the air. Because he's a loser. Dan dia dengan teganya membuat Emma Morley menunggu bertahun-tahun, mengharapkan cinta mereka kembali, bahkan membuat janji, “Kalau kamu belum menikah di umur 40 tahun, maka aku akan menikahimu.”
And what happen? Dexter menikah lebih dulu. Heh! Lelaki! * pengen banting bukunya *
Mentang-mentang beken, ganteng, presenter televisi, lalu memainkan perasaan perempuan dengan gaya lembut lelakinya. Berusaha menjadi pahlawan untuk perempuan yang sedang butuh menumpahkan rasa.
Emma jatuh cinta pada Dexter sejak pertama mereka berkencan. Menurutku, Dexter tahu itu. But he didn't love her back. And he played something you've called 'managing fans'. Dexter tetap berkencan dengan perempuan-perempuan lain, namun dia harus make sure bahwa Emma still around. Kalau dia sedang mabuk, sedang galau, dia tetap mencari Emma, berharap bahwa Emma yang akan dengar keluh kesahnya. Yeah, Dexter memanfaatkan cinta platonis Emma padanya sebagai tempat mencurahkan unek-unek. Nyebelin, kan? Ketika satu melakukan itu dengan tulus, sementara yang lain melakukannya dengan permainan. Play, come, and go. * unyel-unyel Dexter *
Dex : “The problem is, I pretty much fancy everyone. I've just got out of prison all the time.”
Em : “Whatever happen tomorrow, we've had today. And if we should bump into each other sometime in the future, we'll that's fine too, we'll be friends.”
15 Juli. 20 years. One day. One fancy, one platonic. Love, they said.
I think i'll gonna see the movie. Maybe it will give more romantic feeling than this book should be.
View all my reviews
My rating: 3 of 5 stars
Dexter Mayhew is a totally jerk.
Because he's a playboy. Because he's a drunker. Because he forget to responsible to every love he spread in the air. Because he's a loser. Dan dia dengan teganya membuat Emma Morley menunggu bertahun-tahun, mengharapkan cinta mereka kembali, bahkan membuat janji, “Kalau kamu belum menikah di umur 40 tahun, maka aku akan menikahimu.”
And what happen? Dexter menikah lebih dulu. Heh! Lelaki! * pengen banting bukunya *
Mentang-mentang beken, ganteng, presenter televisi, lalu memainkan perasaan perempuan dengan gaya lembut lelakinya. Berusaha menjadi pahlawan untuk perempuan yang sedang butuh menumpahkan rasa.
Emma jatuh cinta pada Dexter sejak pertama mereka berkencan. Menurutku, Dexter tahu itu. But he didn't love her back. And he played something you've called 'managing fans'. Dexter tetap berkencan dengan perempuan-perempuan lain, namun dia harus make sure bahwa Emma still around. Kalau dia sedang mabuk, sedang galau, dia tetap mencari Emma, berharap bahwa Emma yang akan dengar keluh kesahnya. Yeah, Dexter memanfaatkan cinta platonis Emma padanya sebagai tempat mencurahkan unek-unek. Nyebelin, kan? Ketika satu melakukan itu dengan tulus, sementara yang lain melakukannya dengan permainan. Play, come, and go. * unyel-unyel Dexter *
Dex : “The problem is, I pretty much fancy everyone. I've just got out of prison all the time.”
Em : “Whatever happen tomorrow, we've had today. And if we should bump into each other sometime in the future, we'll that's fine too, we'll be friends.”
15 Juli. 20 years. One day. One fancy, one platonic. Love, they said.
I think i'll gonna see the movie. Maybe it will give more romantic feeling than this book should be.
View all my reviews
To Kill A Mockingbird
To Kill A Mockingbird by Harper Lee
My rating: 5 of 5 stars
Mungkin ini buku yang tahun ini menjadi buku-yang-tak-bisa-kuletakkan-hingga-usai. Tema, alur, dan penceritaannya yang luar biasa membuat aku selalu memegang buku ini di setiap kesempatan membacaku yang sempit ini. Dan akhirnya tamat dalam beberapa hari, diuntungkan dengan perjalanan yang cukup menyenangkan untuk membaca.
Buku seterkenal ini? Kenapa baru membacanya sekarang? Tidak ada alasan khusus, selain bahwa memang baru dapat waktu dan mood yang cocok. Dan dengan mood yang sebagus ini membuat buku ini sangat luar biasa.
"Keberanian adalah saat kau tahu kau akan kalah sebelum memulai, tetapi kau tetap memulai dan merampungkannya, apa pun yang terjadi."
Aku sangat suka Jean Louise Finch, pencerita dalam buku ini, yang berani, kritis, dan sangat lugas sifatnya sebagai seorang anak perempuan 8 tahun yang punya kakak laki-laki dan ayah pengacara Atticus Finch. Kepingin rasanya punya anak secerdas Jean Louise. Tapi, kalau mau punya anak seperti itu, kita harus sebijak Atticus Finch bukan?
Atticus mengajari anak-anaknya untuk menghargai perbedaan manusia sebagai hal yang tak perlu dibedakan. Ia juga mengajari rasa hormat, berani mengakui kesalahan, dan tanggung jawab atas apa yang dikerjakan. Ia menyuruh Jem meminta maaf pada Boo Radley, menjaga adiknya baik-baik, dan bersikap sewajarnya pada bibi mereka Alexandra, walau pun ia sendiri tak terlalu cocok juga.
Buku ini memberikan pelajaran atas banyak hal. Banyak sekali. Tentang kesabaran, tentang persahabatan, tentang dunia sederhana dalam satu kota, tentang cara menjaga sikap. Terjemahan yang indah dari mbak Femmy, membuat aku ingin membaca karyanya yang lain juga. :)
View all my reviews
My rating: 5 of 5 stars
Mungkin ini buku yang tahun ini menjadi buku-yang-tak-bisa-kuletakkan-hingga-usai. Tema, alur, dan penceritaannya yang luar biasa membuat aku selalu memegang buku ini di setiap kesempatan membacaku yang sempit ini. Dan akhirnya tamat dalam beberapa hari, diuntungkan dengan perjalanan yang cukup menyenangkan untuk membaca.
Buku seterkenal ini? Kenapa baru membacanya sekarang? Tidak ada alasan khusus, selain bahwa memang baru dapat waktu dan mood yang cocok. Dan dengan mood yang sebagus ini membuat buku ini sangat luar biasa.
"Keberanian adalah saat kau tahu kau akan kalah sebelum memulai, tetapi kau tetap memulai dan merampungkannya, apa pun yang terjadi."
Aku sangat suka Jean Louise Finch, pencerita dalam buku ini, yang berani, kritis, dan sangat lugas sifatnya sebagai seorang anak perempuan 8 tahun yang punya kakak laki-laki dan ayah pengacara Atticus Finch. Kepingin rasanya punya anak secerdas Jean Louise. Tapi, kalau mau punya anak seperti itu, kita harus sebijak Atticus Finch bukan?
Atticus mengajari anak-anaknya untuk menghargai perbedaan manusia sebagai hal yang tak perlu dibedakan. Ia juga mengajari rasa hormat, berani mengakui kesalahan, dan tanggung jawab atas apa yang dikerjakan. Ia menyuruh Jem meminta maaf pada Boo Radley, menjaga adiknya baik-baik, dan bersikap sewajarnya pada bibi mereka Alexandra, walau pun ia sendiri tak terlalu cocok juga.
Buku ini memberikan pelajaran atas banyak hal. Banyak sekali. Tentang kesabaran, tentang persahabatan, tentang dunia sederhana dalam satu kota, tentang cara menjaga sikap. Terjemahan yang indah dari mbak Femmy, membuat aku ingin membaca karyanya yang lain juga. :)
View all my reviews
Twivortiare
Twivortiare by Ika Natassa
My rating: 4 of 5 stars
if other person read this book in some short time, I'm not.
i read this with a very long time, maybe such a week, because i enjoyed every word on it, and never expecting how this story will end..
it costs a lot of tears on me, because realized how they live their life, it so romantic though, to understand each other, in the middle of their egoistic thing.
i just find this quote : Sometimes, people choose to leave not because of selfish reasons. But they just know that things will get worse if they stay.
they are selfish. so they have to live in such a bad relationship before they find another else again in love. i like the story. even it doesn't make me stronger at all, but it is encouraging to something i have to get it back again. it named happiness.
View all my reviews
My rating: 4 of 5 stars
if other person read this book in some short time, I'm not.
i read this with a very long time, maybe such a week, because i enjoyed every word on it, and never expecting how this story will end..
it costs a lot of tears on me, because realized how they live their life, it so romantic though, to understand each other, in the middle of their egoistic thing.
i just find this quote : Sometimes, people choose to leave not because of selfish reasons. But they just know that things will get worse if they stay.
they are selfish. so they have to live in such a bad relationship before they find another else again in love. i like the story. even it doesn't make me stronger at all, but it is encouraging to something i have to get it back again. it named happiness.
View all my reviews
The Celestine Prophecy
The Celestine Prophecy by James Redfield
My rating: 2 of 5 stars
i read a lot of coelho and gaarder, i enjoyed every word on it.
but i don't like this book. the idea is okey, but the prophecy is yeah.. well..
it can't made me imagine the beautiful Peru, which is a place i want to be there. it just an ordinary 'running adventure' novel. plus philosophy.
i think i'd better back to Mocondo.
View all my reviews
My rating: 2 of 5 stars
i read a lot of coelho and gaarder, i enjoyed every word on it.
but i don't like this book. the idea is okey, but the prophecy is yeah.. well..
it can't made me imagine the beautiful Peru, which is a place i want to be there. it just an ordinary 'running adventure' novel. plus philosophy.
i think i'd better back to Mocondo.
View all my reviews
I've Got Your Number
I've Got Your Number by Sophie Kinsella
My rating: 5 of 5 stars
Kalau kamu berpikir bahwa perempuan baik hati seperti Poppy Wyatt itu nggak ada, kamu salah banget. Nggak semua orang melakukan kebaikan itu karena ada alasannya. Ada orang-orang tertentu yang menolong orang tanpa ekspektasi apa-apa, cuma karena ia merasa perlu melakukannya. Mau repot-repot ngurusin sesuatu, yang ia sendiri tak ada kepentingan apa pun di dalamnya. Tidak tahu bahwa semua yang dilakukannya akan membuahkan apa. Melepaskan semua keegoisannya untuk ditukar dengan apa yang ia rasa itu bahagia.
Seperti Poppy ini. Kok ia mau ya, di tengah persiapan pernikahannya (yang seharusnya ribet) masih saja membantu Sam Roxton yang terjebak permainan politik kantor, hanya karena kebetulan ia membawa ponsel Sam yang ia temukan di tempat sampah. Ia membacai emailnya, meneruskan, menyortir, bahkan membalas (!) dan sok-sokan tahu dengan kehidupan Sam gara2 menganalisa email dan SMS yang diterima di ponsel itu.
Sementara apa yang ia terima? Apa Sam membantunya menyelesaikan masalahnya? (iya sih, sedikit, masalah cincin, dan scrabble tapi begitu deh..o_o) Mestinya sih nggak cukup untuk membalas sebesar yang sudah Poppy lakukan untuknya. Poppy itu sudah mirip seperti asisten-tak-berbayar Sam.
Ketika Sam berkata,”Kamu terlalu banyak melakukan untuk orang lain. Kamu nggak memikirkan kebahagiaanmu sendiri.”
sigh.
#kemudianhening.
Iya, terkadang kita (baca: perempuan) lebih merasa bahagia ketika melihat orang lain senang, sementara ketika hati susah sendiri justru kita menyembunyikan dan berusaha supaya orang lain nggak tahu. Wish to be mature. Karena terkadang membahagiakan orang lain itu bisa menjadi distraksi positif terhadap masalah-masalah yang sedang dialami.Walaupun hanya menjadi oase sejenak, tapi ketika ada tempat untuk melepaskan beban itu jadi sangat berarti. Sejenak pikiran ruwet jadi hilang. Sampai-sampai melihat kebetulan-kebetulan seperti sebuah destiny (eh? nggak juga sih..).
Kalau dibilang hidup ini penuh dengan kebetulan, ada benarnya juga. Kebetulan lagi sedih, kebetulan ada yang menemani. Banyak hal-hal itu benar-benar bisa diselesaikan dengan kebetulan yang terjadi. Jadi kalau dibilang penyelesaian untuk masalah itu mengandalkan keberuntungan, itu ada benarnya juga. Dan nggak ada yang pasti di dunia ini. Bisa saja sesudah kita melakukan segala sesuatu untuk orang lain itu, maka akan terjadi hal-hal yang menyenangkan kita, atau bisa juga terjadi hal-hal yang tidak kita harapkan.
Karena itu, kalau berbuat baik, mendingan yang tulus. Nggak usah mengharapkan apa-apa. Sehingga apa pun yang terjadi sesudahnya, hatimu akan tetap tenang, dan menjadi pemenang. Nothing to lose.
(lho kok malah curhat?)
Benar kok, kalau jalan yang terbaik akan ditunjukkan. Kebetulan-kebetulan baru akan muncul. Selalu ada orang-orang yang menghargai apa yang kamu lakukan. Dan senyummu akan mengembang lagi.
Kebetulan adalah istilah bagi rahasia hidup yang digerakkan semesta untuk sebuah alasan. Percayalah pada kebetulan, maka hidupmu akan lebih bahagia.
View all my reviews
My rating: 5 of 5 stars
Kalau kamu berpikir bahwa perempuan baik hati seperti Poppy Wyatt itu nggak ada, kamu salah banget. Nggak semua orang melakukan kebaikan itu karena ada alasannya. Ada orang-orang tertentu yang menolong orang tanpa ekspektasi apa-apa, cuma karena ia merasa perlu melakukannya. Mau repot-repot ngurusin sesuatu, yang ia sendiri tak ada kepentingan apa pun di dalamnya. Tidak tahu bahwa semua yang dilakukannya akan membuahkan apa. Melepaskan semua keegoisannya untuk ditukar dengan apa yang ia rasa itu bahagia.
Seperti Poppy ini. Kok ia mau ya, di tengah persiapan pernikahannya (yang seharusnya ribet) masih saja membantu Sam Roxton yang terjebak permainan politik kantor, hanya karena kebetulan ia membawa ponsel Sam yang ia temukan di tempat sampah. Ia membacai emailnya, meneruskan, menyortir, bahkan membalas (!) dan sok-sokan tahu dengan kehidupan Sam gara2 menganalisa email dan SMS yang diterima di ponsel itu.
Sementara apa yang ia terima? Apa Sam membantunya menyelesaikan masalahnya? (iya sih, sedikit, masalah cincin, dan scrabble tapi begitu deh..o_o) Mestinya sih nggak cukup untuk membalas sebesar yang sudah Poppy lakukan untuknya. Poppy itu sudah mirip seperti asisten-tak-berbayar Sam.
Ketika Sam berkata,”Kamu terlalu banyak melakukan untuk orang lain. Kamu nggak memikirkan kebahagiaanmu sendiri.”
sigh.
#kemudianhening.
Iya, terkadang kita (baca: perempuan) lebih merasa bahagia ketika melihat orang lain senang, sementara ketika hati susah sendiri justru kita menyembunyikan dan berusaha supaya orang lain nggak tahu. Wish to be mature. Karena terkadang membahagiakan orang lain itu bisa menjadi distraksi positif terhadap masalah-masalah yang sedang dialami.Walaupun hanya menjadi oase sejenak, tapi ketika ada tempat untuk melepaskan beban itu jadi sangat berarti. Sejenak pikiran ruwet jadi hilang. Sampai-sampai melihat kebetulan-kebetulan seperti sebuah destiny (eh? nggak juga sih..).
Kalau dibilang hidup ini penuh dengan kebetulan, ada benarnya juga. Kebetulan lagi sedih, kebetulan ada yang menemani. Banyak hal-hal itu benar-benar bisa diselesaikan dengan kebetulan yang terjadi. Jadi kalau dibilang penyelesaian untuk masalah itu mengandalkan keberuntungan, itu ada benarnya juga. Dan nggak ada yang pasti di dunia ini. Bisa saja sesudah kita melakukan segala sesuatu untuk orang lain itu, maka akan terjadi hal-hal yang menyenangkan kita, atau bisa juga terjadi hal-hal yang tidak kita harapkan.
Karena itu, kalau berbuat baik, mendingan yang tulus. Nggak usah mengharapkan apa-apa. Sehingga apa pun yang terjadi sesudahnya, hatimu akan tetap tenang, dan menjadi pemenang. Nothing to lose.
(lho kok malah curhat?)
Benar kok, kalau jalan yang terbaik akan ditunjukkan. Kebetulan-kebetulan baru akan muncul. Selalu ada orang-orang yang menghargai apa yang kamu lakukan. Dan senyummu akan mengembang lagi.
Kebetulan adalah istilah bagi rahasia hidup yang digerakkan semesta untuk sebuah alasan. Percayalah pada kebetulan, maka hidupmu akan lebih bahagia.
View all my reviews
33 Pesan Nabi Vol. 2: Jaga Hati, Buka Pikiran
33 Pesan Nabi Vol. 2: Jaga Hati, Buka Pikiran by Vbi Djenggotten
My rating: 4 of 5 stars
Pernah pada suatu perjalanan pulang sembari melihat kota yang dipenuhi baliho wajah calon kepala daerah, aku bertanya pada seorang sahabat (yang kebetulan agak beken), “Kamu nggak pernah ditawari jadi caleg?”
Lalu jawabnya sambil tertawa,”Emang nggak ada pekerjaan lain yang lebih halal, In?”
Hahaha, rupanya jadi caleg sudah sedemikian parahnya sampai membuat orang malu untuk menjabatnya. Seandainya semua orang menyadari bahwa menjadi wakil rakyat adalah tanggung jawab, bukannya sesuatu hal yang diperebutkan (fasilitasnya), tentu orang berpikir tentang tanggung jawab yang akan ia terima bukan hanya di dunia, namun di akhirat kelak, kesanggupan menjalankannya dengan adil untuk kepentingan rakyat.
Salah satu cerita di buku ini adalah tentang Mas Tessy, induk semang kos Vbi yang ternyata di masa mudanya pernah menjadi caleg. Mas Tessy adalah seorang kaya dengan usaha berhasil kemudian atas kesadarannya sendiri (karena tak mau kalah dari teman) mencalonkan diri menjadi wakil rakyat. Tak dinyana, di partai dimintai sumbangan ini itu pembangunan ini itu dengan dalih supaya dirinya populer dan terpilih. Ternyata oh ternyata, mas Tessy nggak terpilih padahal sudah menghabiskan kekayaannya.
Yang mengharukan adalah istri mas Tessy yang ikhlas dengan semua itu dan mengembalikan semua ke jalan Allah.. so sweet.. Dituliskan dengan gaya komikal ala vbi, membuat kita menyadari untuk memperbesar ikhlas itu karena semua kepunyaan-Nya.
Ini karya vbi keempat yang aku baca, masih dengan tokoh mas-mas kriwil yang lucu, kini ia bercerita islami yang mendidik namun tidak terasa menggurui, lebih ke perenungan2nya sebagai seorang manusia.
Beberapa waktu yang lalu aku mendengar vbi, dan istrinya Mira sahabatku dan anak mereka Imandaru yang lucu memutuskan untuk pindah ke Malang dan memulai hidup baru di sana. Ternyata kenapa ia sampai pindah, ada di bagian akhir komik ini. Mengharukan sekali dan semoga mereka mendapat kebahagiaan lebih dengan jalan hidup mereka...
View all my reviews
My rating: 4 of 5 stars
Pernah pada suatu perjalanan pulang sembari melihat kota yang dipenuhi baliho wajah calon kepala daerah, aku bertanya pada seorang sahabat (yang kebetulan agak beken), “Kamu nggak pernah ditawari jadi caleg?”
Lalu jawabnya sambil tertawa,”Emang nggak ada pekerjaan lain yang lebih halal, In?”
Hahaha, rupanya jadi caleg sudah sedemikian parahnya sampai membuat orang malu untuk menjabatnya. Seandainya semua orang menyadari bahwa menjadi wakil rakyat adalah tanggung jawab, bukannya sesuatu hal yang diperebutkan (fasilitasnya), tentu orang berpikir tentang tanggung jawab yang akan ia terima bukan hanya di dunia, namun di akhirat kelak, kesanggupan menjalankannya dengan adil untuk kepentingan rakyat.
Salah satu cerita di buku ini adalah tentang Mas Tessy, induk semang kos Vbi yang ternyata di masa mudanya pernah menjadi caleg. Mas Tessy adalah seorang kaya dengan usaha berhasil kemudian atas kesadarannya sendiri (karena tak mau kalah dari teman) mencalonkan diri menjadi wakil rakyat. Tak dinyana, di partai dimintai sumbangan ini itu pembangunan ini itu dengan dalih supaya dirinya populer dan terpilih. Ternyata oh ternyata, mas Tessy nggak terpilih padahal sudah menghabiskan kekayaannya.
Yang mengharukan adalah istri mas Tessy yang ikhlas dengan semua itu dan mengembalikan semua ke jalan Allah.. so sweet.. Dituliskan dengan gaya komikal ala vbi, membuat kita menyadari untuk memperbesar ikhlas itu karena semua kepunyaan-Nya.
Ini karya vbi keempat yang aku baca, masih dengan tokoh mas-mas kriwil yang lucu, kini ia bercerita islami yang mendidik namun tidak terasa menggurui, lebih ke perenungan2nya sebagai seorang manusia.
Beberapa waktu yang lalu aku mendengar vbi, dan istrinya Mira sahabatku dan anak mereka Imandaru yang lucu memutuskan untuk pindah ke Malang dan memulai hidup baru di sana. Ternyata kenapa ia sampai pindah, ada di bagian akhir komik ini. Mengharukan sekali dan semoga mereka mendapat kebahagiaan lebih dengan jalan hidup mereka...
View all my reviews
Langganan:
Postingan (Atom)