Menjadi Penyair Lagi by Acep Zamzam Noor
My rating: 4 of 5 stars
#2010-38#
puisi baris kata dalam nada,
segenggam bubuk coklat dalam air hangat..
Seperti menikmati coklat hangat, seperti itu pula menikmati puisi. Disesap perlahan-lahan, dinikmati hangatnya di tenggorokan, dirasakan kelegaannya. Tertinggal rasa pahit di pangkal lidah, manis di ujung lidah. Meminta kau untuk jeda sejenak, ngobrol, dan meneguknya lagi.
Begitu juga puisi, tidak untuk dibaca secepat menenggak coca cola di siang yang panas. Cara menikmatinya adalah membacanya perlahan-lahan, meresapinya dalam hati, dan meninggalkan kesan di dada. Buku puisi enak dibaca satu per satu, bisa dilompat-lompat bacanya, bisa dipilih mana yang disuka atau tidak. Tapi paling menyenangkan memang membaca bareng-bareng. Sambil ngobrol ringan kita bisa berkomentar..
Kali ini aku membacanya sedikit demi sedikit, tanpa tahu puisi berikutnya apa. Mengharapkan kejutan-kejutan yang terjadi..
Adakah senyap antara celah
Tingkap yang mengulurkan lembayung
Adakah lelap antara resah
Saat kota basah, di atasnya awan murung
(hal 7)
Setiap hari aku menunggu-nunggu, akan seperti apa besok yang tertulis. Apakah akan sesuai dengan suasana hati, atau malah membuat tambah gundah? Dengan kekhawatiran itu, tetap saja aku menunggu setiap hari, adakah satu baris kalimat yang dapat merasa? Menyesap sedikit-sedikit coklat hangatku, dengan kelegaan ketika menggelenyar melalui lidah.
Seperti menanti dengan DEBAR..
Menyeberangi selat malam
Kata-kataku seperti mengambang
Didorong gelombang pasang
Ke tengah pusaran. Dingin pada karat
Mengendapkan butiran embun
Seperti isyarat yang dipatri
Pada permukaan besi
Tiang kapal ini
Ingin kusentuh ujung cahaya
Di menara yang jauh. Ketika sunyi
Membangun kerajaannya lagi
Dengan cerobong dan asap hitam
Seputar buritan. Malam ini aku jatuh cinta
Dan ingin mengabarkannya pada palka
Sebelum kembali terdengar raung
Yang bersahutan dari palung ke palung
Aku jatuh cinta pada cahaya kecil
Yang menyembunyikan jejak
Sebuah sajak. Kulihat langit pupus
Juga gugusan-gugusan kemukus
Yang berjatuhan seperti suara
Menimpa atap dan pelataran baja
Geladak tua. Angin menderu
Selat mengabarkan rindu
Masih ingin kusentuh ujung cahaya
Di menara itu. Masih akan kucari juga
Ditelan pusaran. Aku jatuh cinta
Dan ingin segera menyatakannya
Dengan kata-kata. Sebelum debar
Kembali menjadi hambar
Di gerbang bandar
2006. h.94
Coklatku mendingin karena tertegun membacanya. . meneguk rasa manis terakhir ketika menelan membaca halaman-halaman terakhirnya. Lega mengalir masuk tenggorokan. Berpadu pahit, manis, yang pekat. Meninggalkan bekas di bibir sedikit, diseka oleh lidah.
Duduk memegang cangkir yang kosong. Perut sudah hangat dan energi tergali lagi. Kubalikkan cangkir itu di atas mulutku. Hingga tetes terakhir..
View all my reviews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar