ulasan. resensi. kesan.

ulasan. resensi. kesan. ini bukuku, apa bukumu?

Sabtu, 18 September 2010

Menjadi Penyair Lagi

Menjadi Penyair LagiMenjadi Penyair Lagi by Acep Zamzam Noor

My rating: 4 of 5 stars


#2010-38#



puisi baris kata dalam nada,

segenggam bubuk coklat dalam air hangat..




Seperti menikmati coklat hangat, seperti itu pula menikmati puisi. Disesap perlahan-lahan, dinikmati hangatnya di tenggorokan, dirasakan kelegaannya. Tertinggal rasa pahit di pangkal lidah, manis di ujung lidah. Meminta kau untuk jeda sejenak, ngobrol, dan meneguknya lagi.



Begitu juga puisi, tidak untuk dibaca secepat menenggak coca cola di siang yang panas. Cara menikmatinya adalah membacanya perlahan-lahan, meresapinya dalam hati, dan meninggalkan kesan di dada. Buku puisi enak dibaca satu per satu, bisa dilompat-lompat bacanya, bisa dipilih mana yang disuka atau tidak. Tapi paling menyenangkan memang membaca bareng-bareng. Sambil ngobrol ringan kita bisa berkomentar..

Kali ini aku membacanya sedikit demi sedikit, tanpa tahu puisi berikutnya apa. Mengharapkan kejutan-kejutan yang terjadi..



Adakah senyap antara celah

Tingkap yang mengulurkan lembayung

Adakah lelap antara resah

Saat kota basah, di atasnya awan murung


(hal 7)



Setiap hari aku menunggu-nunggu, akan seperti apa besok yang tertulis. Apakah akan sesuai dengan suasana hati, atau malah membuat tambah gundah? Dengan kekhawatiran itu, tetap saja aku menunggu setiap hari, adakah satu baris kalimat yang dapat merasa? Menyesap sedikit-sedikit coklat hangatku, dengan kelegaan ketika menggelenyar melalui lidah.



Seperti menanti dengan DEBAR..



Menyeberangi selat malam

Kata-kataku seperti mengambang

Didorong gelombang pasang

Ke tengah pusaran. Dingin pada karat


Mengendapkan butiran embun

Seperti isyarat yang dipatri

Pada permukaan besi

Tiang kapal ini



Ingin kusentuh ujung cahaya

Di menara yang jauh. Ketika sunyi

Membangun kerajaannya lagi

Dengan cerobong dan asap hitam

Seputar buritan. Malam ini aku jatuh cinta

Dan ingin mengabarkannya pada palka


Sebelum kembali terdengar raung

Yang bersahutan dari palung ke palung



Aku jatuh cinta pada cahaya kecil

Yang menyembunyikan jejak

Sebuah sajak.
Kulihat langit pupus

Juga gugusan-gugusan kemukus

Yang berjatuhan seperti suara

Menimpa atap dan pelataran baja

Geladak tua. Angin menderu

Selat mengabarkan rindu



Masih ingin kusentuh ujung cahaya

Di menara itu. Masih akan kucari juga

Ditelan pusaran. Aku jatuh cinta

Dan ingin segera menyatakannya

Dengan kata-kata. Sebelum debar

Kembali menjadi hambar

Di gerbang bandar




2006.
h.94



Coklatku mendingin karena tertegun membacanya. . meneguk rasa manis terakhir ketika menelan membaca halaman-halaman terakhirnya. Lega mengalir masuk tenggorokan. Berpadu pahit, manis, yang pekat. Meninggalkan bekas di bibir sedikit, diseka oleh lidah.

Duduk memegang cangkir yang kosong. Perut sudah hangat dan energi tergali lagi. Kubalikkan cangkir itu di atas mulutku. Hingga tetes terakhir..





View all my reviews

Tidak ada komentar: