Ekspedisi Tanah Papua - Laporan Jurnalistik Kompas: Terasing di Pulau Sendiri by Tim Ekspedisi Tanah Papua Kompas 2007
My rating: 4 of 5 stars
#2010-31#
Kenapa tidak kalian biarkan saja kami hidup seperti ini??
Mungkin itu yang ada di dalam pikiran orang Papua ketika menyadari bahwa pendatang mulai mengambil tanah mereka, mulai menambang emas, mengorek setiap kekayaan logam dalam bumi cenderawasih ini, dan hanya sisa butiran yang diberikan pada si penduduk asli. Mengejar cenderawasih, untuk diawetkan dalam kotak kaca, mencuri kebebasan mereka. Memaksa untuk tinggal di rumah batu, keluar dari rumah jerami mereka yang katanya tidak sehat. Membuat mereka jadi jongos di tanah mereka sendiri. Membeli alam yang sebenarnya tidak dijual. Merasa pintar dan membodohi penduduk asli. Memaksa untuk makan nasi, padahal mereka sangat suka sagu.
Pendidikan, infrastruktur, dan kesehatan. Tiga hal tersebut mutlak untuk diprioritaskan untuk membangun suatu daerah tertinggal. Pendidikan untuk membuat mereka berpikir mandiri. Infrastruktur untuk sarana komunikasi dengan dunia luar. Kesehatan untuk menjaga keberlangsungan etnis negeri ini. Beberapa pendapat tokoh pendidik, kesehatan dan politik tertuliskan di buku ini. Bahkan ada pendidik yang berasal dari Makassar yang rela mengabdikan diri untuk Papua. Bangun fasilitas kesehatan, sekolah, dan jalan untuk pemerataan. Tapi jangan dibuat sebagai suatu ‘proyek’ baru sehingga menelantarkan kebutuhan.
Terkadang, ini menjadi ujung tombak yang tajam namun mampu melukai dirinya sendiri. Saya sempat berpikir, kalau infrastruktur semakin bagus, seharusnya arus kemajuan bisa sampai ke tengah pedalaman. Tapi yang terjadi adalah, orang pedalaman yang turun ke kota-kota. Dan mereka dipaksa untuk berintegrasi dan memiripkan cara hidupnya dengan orang kota. Maka asimilasi yang terjadi adalah canggung. Pembangunan harus dengan pendekatan budaya dan kultur sosial masyarakat setempat. Kalau hanya berpatokan kemajuan tanah Jawa, akan hilang kealamiannya.
Papua, masih banyak pe-ermu untuk menjadi mandiri. Bukan menjadi putih atau berambut lurus yang kami ingin, tapi didengar bahwa apa yang harus dilakukan untuk Papua harus berasal dari kekayaan budayanya itu sendiri. Janganlah tarian adat punah hanya sebagai penyambut tamu. Janganlah budaya korupsi, salam tempel proyek membuatmu menggadaikan tanah ulayat keluargamu. Lupakan mabuk, kembalilah menjadi lelaki yang pejuang berburu untuk keluarga. Alammu masih luas, masih kaya. Bahagialah dengan alammu. Bahagialah dengan kekayaan dan kecantikan yang kau miliki. Kealamian yang terjaga. Jangan menangis....
View all my reviews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar