Maya: Misteri Dunia dan Cinta by Jostein Gaarder
My rating: 5 of 5 stars
#2010-28#
Kita melahirkan dan dilahirkan oleh sebuah jiwa yang tak kita kenal. Ketika teka-teki itu berdiri pada kedua kakinya tanpa dapat terpecahkan, itulah giliran kita. Ketika impian mencubit lengannya sendiri tanpa terbangun, itulah kita. Karena kita adalah teka-teki yang tak terterka oleh siapa pun. Kita adalah dongeng yang terperangkap dalam bayangannya sendiri. Kita adalah apa yang terus berjalan tanpa pernah tiba pada pengertian...
Manusia, si makhluk unik yang berpikir, yang dikutuk untuk terus berpikir sepanjang hidupnya. Masih mengusung tema tentang penciptaan dunia, dengan setting yang dateline, Taveuni, Fiji.
Bumi ini berputar? Ya, dan carilah jawabannya kenapa ada satu garis dmana kau meletakkan kakimu satu di hari ini, dan satu di hari kemarin. Memberi pertanyaan lanjutan apakah bumi ini hanya berputar dan menua atau putaran yang hanya perulangan saja? Kenapa di Taveuni sini? Kenapa tidak di Timur Tengah, atau Eropa, atau Indonesia kita berganti tanggal setiap harinya?
Nyatalah, bahwa manusia memang ditakdirkan untuk berpikir dan bertanya sepanjang hidupnya. Manusia ditakdirkan untuk menjadi kritis.
Karena siapa kita kritis kah? Karena diberi akal budi. Bukan karena kita keturunan amfibi yang gemar bertanya, seperti seekor tokek cerewet yang nongkrong di atas botol gin Frank Andersen, dan memberikan pertanyaan-pertanyaan tentang dunia, tentang dirinya yang merasa dari generasi yang lebih tua. Siapa yang melarang untuk bertanya?
Separuh kisah, setengah dongeng, mana yang nyata, mana yang maya, mana yang mimpi? Satu-satunya yang menghilang ketika kita mati adalah imajinasi kita sendiri yang merasa terpisah dari seluruh dunia—begitu kita mempercayai bahwa mimpi bukanlah bagian dari kita sendiri. (h.197)
Dateline, Taveuni, Maja, Flamenco, Spanyol, Salamanca. Manusia, yang selalu mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk dalam pikirannya. Tak tahulah bahwa hidupnya dipermainkan oleh nasib dan takdir. Apakah itu membawanya ke kekecewaan atau kebahagiaan. Siapa yang tahu bahwa kesedihan mungkin akan membawamu ke kebahagiaan, atau sebaliknya. Takdir telah menikmati kekejamannya dengan membuatmu melihat segalanya bermula, hanya untuk menyadari bahwa engkau tidak mampu berbuat apa-apa. (h.259). Segala sesuatu bisa begitu cepat direnggut walaupun sudah dalam genggaman kita. Lengah sedikit yang berakibat fatal. Dan manusia terus bertanya, kenapa? Dan terkadang pertanyaan membawa pada kehancuran. Itulah suratan takdir? Itulah takdir kita yang tidak kita ketahui bahwa kita berada dalam takdir itu sendiri?
Kini, para peri itu berada dalam dongeng, tetapi mereka tidak menyadarinya. Apakah dongeng benar-benar akan menjadi dongeng jika ia tidak bisa melihat dirinya sendiri? Apakah kehidupan sehari-hari akan menjadi keajaiban jika ia terus menerus berkeliling untuk menjelaskan dirinya sendiri? (h.309)
Sulit untuk tidak bertanya, namun tanyalah pada diri sendiri. Siapa kamu? Mungkin jawabnya seperti pada Dunia Sophie, mungkin akan ditemui kesendirian seperti Misteri Solitaire. Siapa yang tahu ini adalah jalan hidup atau dongeng. Terkadang harus melangkah ke dalam mimpi untuk membuat keseimbangan diri. Terkadang harus keluar lagi kembali di kehidupan sehari-hari.
Manusia berpikir, dan bertanya.
Karena itu, pikir-pikirlah dulu kalau bertanya.
View all my reviews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar