ulasan. resensi. kesan.

ulasan. resensi. kesan. ini bukuku, apa bukumu?

Sabtu, 18 September 2010

Married with Brondong

Married with BrondongMarried with Brondong by Mira Rahman

My rating: 5 of 5 stars


#2010-55#



Pertama lihat buku ini di toko bukunya kang Alwi, Bee-Books, pulang futsal waktu kopdar GRI Bandung.



‘Teh Indri, ini ada bukunya kakaknya Lulu nih, komik baru..’. Saya yang baru fesbukan sama Mira baru ngeh bukunya apa, soalnya di fesbuk kemaren Mira ga bilang-bilang soal komik baru, malah ngetawain saya karena saya tuduh semena-mena bahwa vbi_jenggoten itu nama pena-nya dia. Kirain kemaren fesbukan kita lagi ngomongin Aku Ber-Facebook Maka Aku Ada. Memegang buku pink dengan ilustrasi lucu ini, sekilas cukup menarik, tapi tidak menerbitkan keinginan saya untuk membelinya, dengan alasan ekonomis (ngarep gratisan sebenernya heheeuu..)



Malamnya, sial, saya baca reviewnya Luqman tentang buku ini, dan saya kepikiran untuk punya juga, koq kayaknya bagus nih, beneran pengen baca dan sharing isinya. Jadi keesokan siangnya, di sela jalan-jalan ke Toga Mas Bandung, di hujan agak deras sesudah pencarian chocolate café yang ternyata under renovation, mataku tertumbuk lagi dengan buku pink ini yang berjejeran dengan Mafalda dan Benny and Mice. Waaah, beneran pengen punya niihh.. melihat sedikit cuplikan ilustrasinya naik becak di Malang jadi senyum-senyum sendiri. Langsunglah sms Lulu minta bukunya (aahh, dasar gw pelitt!!), yang gak dibales-bales, dan gak disangka-sangka, koq ternyata aku punya nomernya Mira ya?? Jadi sms Mira ajah sok celamitan, tetapi sayang ternyata jatah mereka sudah habis dibagikan. Terus saya beli? Belum, karena pikir ntar aja ah tunggu tanggal 1.



Siaal bangett!! Minggu berikutnya lihat review mas Tomo tentang buku ini, yang memberi rating maksimal untuk buku ini, (skip review supaya gak spoiler), jadi saya kepengeen banget punya coretan dari mentor menggambar saya dulu ini. Jadinya ketika PBJ saya niatkan untuk membeli. Tapi apa daya, dompetku hilang di KRL, jadi hanya dengan duit 20rb yang tersisa di tas keliling-keliling PBJ ga ada asyik-asyiknya. Eh, di stand matahati malah ketemu Lulu, jadi peluk-pelukan karena kita dah lama banget nggak ketemu. Ngobrol-ngobrol kesana kemari teringat kita terakhir ketemu tuh tahun 2002, waktu sekantor bareng, sambil sama-sama nonton Piala Dunia Korea Japan di kantor sembari nungguin jalanan agak nggak macet. Senang banget ketemu temen lama, temen jalan masa muda dulu.

Dan berakhir dengan, ‘Tunggu aja bukunya Mira ya, Ndri..’

huhuuuwww, I love you luluu.. Sampe saya nggak enak karena sebenernya pengen minta gratisannya the Help (celamitan tingkat tinggi).



Singkat cerita, datanglah paket buku ini seperti biasa ke kantor saya, yang membuat saya tersenyum girang di jumat siang. Dan saya menghabiskan malam sabtu dengan membacanya. Eh, enggak semalaman sih, tapi jam 1 malam sesudah beres-beres. Dan inilah review-nya yang boleh dilihat masyarakat umum.. (curhat di atas hanya untuk warga gudrids, hehe..)



***

Beginilah review dari non profesional reviewer, kalau akhirnya berupa curhat, mohon dimaklumi.



Membaca buku ini jam 1 malam di malam Sabtu, sesudah menutup laptop untuk onlenan, membongkar tas dan menimang-nimang buku yang baru aku terima ini. Akhirnya kuputuskan untuk membacanya di samping Bintang kecilku yang sedang tidur telentang, persis seperti pose Bo di halaman 34, bedanya Bintang ga pake ngompol.



Dengan tagline ‘diinspirasi dari kisah nyata’ membuatku setengah yakin bahwa kisah-kisah di sini adalah nyata, apalagi aku pernah kenal (eh, sekarang juga masih kenal ding, cuma jarang ketemu aja) dengan salah satu penulisnya, jadi beberapa bagian keluarga Jo di buku ini terasa cukup akrab.



Nggak banyak orang bisa menceritakan kisah kehidupannya, dan sepenggal kisah di sini dari masa perkenalan, pacaran sesudah menikah, dan kehidupan sehari-hari yang saling menerima, digambarkan dengan manis. Bo yang masih berumur 25 tahun tapi sudah berani menentukan pilihan untuk menikah dengan perempuan yang baru dikenalnya 3 bulan dan lebih tua 7 tahun pula! Dalam bayangan saya Bo ini pasti orangnya rada-rada jail, iseng, tapi ngangenin dan punya sikap bertanggung jawab, makanya Jo pun bersedia menerima lamaran Bo untuk menikah dengannya. Jo digambarkan sebagai perempuan bermata teduh, manis, dan dewasa, tapi sangat menghargai suaminya yang lebih muda.



Konflik yang disajikan, konflik diri karena perbedaan usia sebelum menikah, pendapat-pendapat dari orang lain, digambarkan dengan komikal banget dan lucu. Beberapa adegan yang cukup jayus dan lebay, tapi dengan penggambarannya ekspresi ‘plis deh’ jadinya membuat ngakak dan tersenyum-senyum di pagi buta itu. Misalnya adegan minum teh, di episode Gula Kehidupan. Jo membuatkan teh untuk Bo yang sedang mensketsa gambar.



’teh hangat dulu, Bo, sori kurang manis, gulanya mau abis.’

(gambar Bo berwajah gembira)

‘waa…tengkyu, Jo. It’s okay, momen kayak begini sudah cukup manis bagiku.’


Hahahahaa, gombal jilid 1.



’gambar apa sih?’

(gambar Bo nggak menjawab tapi melihat Jo dengan serius)

(gambar Bo minum tehnya).

(gambar Bo menjilat lidah sesudah minum teh, tetap melihat Jo, dan Jo menatap galak)’Liatin apa, sih?’

‘Kan teh-nya kurang manis, jadi… aku lihat wajah Jo, biar rasanya makin manis..’


Huahahahahaaa… basii.. basii… jayus dan menggelikan.

Hampir aja membangunkan Bintang dari tidurnya.



Mungkin karena saya bukan pengamat komik, jadi penilaian saya agak subyektif. Tarikan garisnya bagus, dan pewajahan tokohnya khas banget, tidak meniru-niru manga Jepang dengan mata bundar besar, tapi dengan pewajahan karakter yang sederhana.



Coretan sketsa bangunannya yang sangat kuat pada detail, jelas karena keduanya adalah arsitek dengan jam terbang sketsa bangunan yang cukup tinggi. Nggak heran dengan gambar-gambar rumah, gedung, suasana pasar, jalan, yang digambarkan detail, bahkan sampai rendering (maaf, saya gak punya kosakata bahasa Indonesia untuk render) hanya dengan arsiran, porsi gelap terang bangunan, naungan dan bayangan, justru lebih berasa sebagai sketsa arsitektur bukan komik (tiba-tiba teringat Mira sebagai asdos TekomArs, mentor sketsa saya dulu).



Yang juga kuat dari komik ini adalah ceritanya, ceritanya yang campur lucu, manis, dan mengharukan. Nggak heran Jo jatuh cinta juga dengan Bo karena kelucuan-kelucuannya ini dan sifat sayangnya Bo yang ditunjukkan. Beberapa kritik sosial yang dimasukkan di buku ini terasa wajar sebagai percakapan sehari-hari, mungkin agak teringat dengan gaya bercerita Satrapi dengan Persepolis atau novel grafis Satrapi lainnya yang lucu juga namun penuh satire, yang juga diilhami dari kehidupan sehari-harinya.



Saya nggak tahu bagaimana pembagian kerja antara kedua penulis atau penggambar ini, tapi setiap halaman begitu kuat, dan dibuat dengan storyboard yang baik. Walaupun saya rasa komikus lain juga melakukannya, dan penilaian saya amatlah subyektif.



‘Paklik, kenapa sih, koq mau nikah sama tante?’

… (perdebatan dengan anak-anak dengan penjelasan yang sok dewasa sebanyak 2 halaman)

Iya, Paklik… mbulet… bilang aja karena cinta.. lebih to the point..


Haiyaahh.. pengen nggetok nih anak kecil keriting yang di gambar..

















View all my reviews

Tidak ada komentar: